Tentang Apa yang Terjadi Sebelum Kemoterapi
Capek.
Itulah yang aku rasakan sebelum melakukan kemoterapi ke-7. Kondisiku lemah banget, cuma bisa baring aja di kasur. Jalan sedikit aja udah ngos-ngosan, demam berhari-hari tanpa henti, tak punya nafsu makan, dan kalau makan pun hanya bisa sedikit karena ukuran perut yang membesar. Aku juga batuk-batuk. Ketika batuk, aku bahkan bisa sampai muntah.
Ukuran organ hatiku membesar dari ukuran normal sehingga lambungku ikut terdesak. Akibatnya, aku tak bisa makan dan minum banyak. Nutrisi tak mencukupi, kondisi tubuh pun jadi drop. Belum lagi, kakiku mulai bengkak sehingga aku semakin sulit berjalan. Badan sakit, tidur pun jadi susah. Rasanya, kedamaian hilang.
Pada Rabu, 18 Mei 2022, aku diboyong ke rumah sakit. Aku hanya mampu duduk di kursi roda, tak sanggup lagi berjalan. Duduk pun sudah lelah setengah mati. Pandangan mata memburam, napas seakan tersengal. Setelah melakukan konsultasi dengan dokter, aku segera dibawa ke IGD untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
Tabung oksigen dipasang ke hidungku. Ehm, maksudku selangnya. Aku berbaring di ranjang yang keras, membuat tubuh kurusku yang hanya terbalut tulang ini merasa pegal setengah mati. Infus di tangan kanan membuatku tak bisa bergerak bebas. Aku tak berdaya.
Berjam-jam kemudian, barulah aku dibawa ke ruang perawatan. Satu kamar terdiri dari tiga ranjang pasien. Kebetulan sekali aku mendapat posisi tepat di samping jendela. Setidaknya, aku masih bisa menatap dunia dari balik kaca yang tertutup itu.
Rencana kemoterapi sirna dikarenakan kondisiku terlalu lemah. Hasil cek darah menunjukkan bahwa darahku turun semua, tak mencukupi syarat kemoterapi. Aku melakukan transfusi darah merah sebanyak 3 kantong dan transfusi trombosit sebanyak 6 kantong. Setelah melakukan cek darah, Hb-ku naik dan tak lagi bermasalah. Namun, ternyata trombositku tidak mengalami penaikan.
Aku diminta untuk transfusi trombosit lagi, kali ini 12 kantong. Stok di PMI tak mencukupi. Malam-malam, aku pun kalang kabut membuat informasi tentang perlunya donor darah. Puji Tuhan, banyak sekali yang berbaik hati dan tanpa ragu mendonorkan darahnya untukku. Pendonoran bahkan dilakukan tengah malam sehingga pagi harinya aku sudah bisa melakukan transfusi. Terima kasih semuanya!
Setelah transfusi trombosit, cek darah kembali dilakukan. Untunglah kali ini trombositku naik, walaupun sebenarnya masih jauh dari angka normal. Trombositku memenuhi target untuk kemoterapi. Pada akhirnya, aku bisa melakukan kemoterapi pada Rabu, 25 Mei 2022 sore hingga malam hari. Besoknya, aku pun pulang ke rumah.
Tentang Hasil CT Scan yang Mengecewakan
Pada hari Jumat, 13 Mei 2022, aku melakukan CT scan untuk mengetahui persebaran sel kanker di tubuhku. Saat konsultasi dengan dokter, dokter mengatakan bahwa pengobatan yang kulakukan ternyata kurang berdampak bagi sel kanker di tubuh. Pasalnya, kanker di paru-paru dan hati masih ada. Namun, kanker di tulang sudah tak lagi terlihat.
Hasil CT Scan Nasofaring
Hasil CT Scan Thorax dan Abdomen
Hingga saat ini, ukuran organ hatiku masih besar. Begitu juga dengan paru-paruku, masih bermasalah. Dikarenakan obat Adcetris (Brentuximab Vedotin) yang kugunakan ini tak terlalu memberikan efek yang kuat, dokter memutuskan untuk menambah obat kanker lain. Tujuannya tentu saja diharapkan sel kanker di tubuhku bisa musnah.
Sebelumnya, pada kemoterapi pertama hingga keenam, aku hanya menggunakan obat Adcetris (obat imunoterapi yang menyerang sel kanker). Pada kemoterapi ke-7, aku memakai 3 obat tambahan, yakni AVD (Adriamycin, Vincristine, dan Dacarbazine). Jadi, mulai kemoterapi kemarin dan seterusnya, aku memakai 4 jenis obat.
Efek Samping dan Kondisi Saat Ini
Efek samping Adcetris tak terlalu terasa. Namun, efek samping AVD sangat kuat. Kekebalan tubuhku turun drastis. Lidahku berjamur, membuat tenggorokan dan lidahku sakit saat makan maupun minum. Seluruh badanku sakit semua (bahkan wajahku juga terasa nyeri saat dipencet ringan).
Perutku juga masih besar. Selain tak bisa makan banyak, biasanya setelah makan pun perutku mendadak nyeri. Kakiku masih terasa tidak nyaman jika aku banyak berjalan atau duduk. Belum lagi, karena seminggu dirawat di rumah sakit dan hanya berbaring di ranjang, kakiku jadi tak punya kekuatan. Aku kesulitan untuk berdiri dan hingga saat ini belum bisa berjongkok.
Jadi, kalau dirangkum, kondisiku pada Kamis, 2 Juni 2022 kira-kira seperti ini:
- Satu badan nyeri semua, sangat tidak nyaman.
- Batuk-batuk (padahal sudah minum obat batuk).
- Kaki lemah, susah berdiri, belum bisa berjongkok. Ini harus dilatih, sih, tapi memang susah ternyata.
- Lidah berjamur (padahal sudah tetes obat berhari-hari), lidah dan tenggorokan sakit.
- Perut masih besar. Aku tak bisa makan banyak. Setelah makan juga perut mendadak nyeri.
- Lebam di tangan bekas infus masih ada (padahal aku rajin oles obat).
Update, sejak 2 Juni hingga artikel ini dipublikasikan (Sabtu, 4 Juni 2022) kondisiku sudah lebih membaik sehingga aku bisa duduk dan mengetik tulisan sepanjang ini. Hore. Badan dan tenggorokanku juga sudah tak terlalu sakit, hanya saja kondisi lainnya masih sama.
Kebutuhan Dana Berobat
Rencana pengobatanku awalnya adalah imunoterapi (menggunakan obat Adcetris) sebanyak 16 kali. Ternyata, setelah 6 kali imunoterapi dan melakukan CT scan, hasilnya kurang memuaskan. Jadi, untuk pengobatan selanjutnya, obatku akan ditambah dengan obat kemoterapi AVD.
Pengobatanku tidak dapat ditanggung oleh BPJS (walau aku punya BPJS aktif) sehingga aku harus mengeluarkan dana pribadi. Oleh karena itu, biaya berobat selanjutnya pun akan meningkat. Hingga saat ini, aku masih membuka penggalangan dana supaya bisa melanjutkan pengobatan.
Aku berharap teman-teman bisa membantuku dalam doa, share, dan donasi (kalau duit kagak ada, mau berobat pakai apa beb?).
Donasi hanya melalui rekening BNI 0637-207-898 atas nama Vivi Yunika dan BCA 4971-489-141 atas nama Vinny Marviani (kakakku tercinta). Selain itu, donasi juga bisa dilakukan melalui KitaBisa (https://kitabisa.com/bantuvivisembuh).
Aku sendiri lebih berharap donasi langsung ke rekening haha. Soalnya, di KitaBisa, dana donasi akan terpotong 5%. Hingga saat artikel ini diketik, sudah ada 9277 donatur dengan total dana donasi Rp724.107.232. Sementara itu, donasi terpotong sebesar Rp46.050.126 untuk biaya platform administrasi dan biaya administrasi bank. Bayangkan, 46 juta terpotong… (menangis dalam hati).
Dana KitaBisa Sudah 700-an Juta Tuh, Belum Cukupkah?
Sebagai informasi (bagi teman-teman yang belum tahu atau mungkin udah lupa), penggalangan danaku pertama kali dibuka pada tahun 2020. Jadi, timelinenya seperti ini:
- Pertengahan tahun 2017 ketahuan sakit, lalu coba pengobatan tradisional dan herbal ini-itu. Sudah ke banyak dokter tapi ga bisa diobati.
- Februari 2019 mendadak kondisi parah banget (kaki bengkak parah + lemas tak berdaya), barulah kemoterapi di Kuching, Malaysia.
- Desember 2019 harusnya kemoterapi sebentar lagi selesai, TERNYATA KONDISIKU TAMBAH PARAH. Aku harus ke Kuala Lumpur untuk kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang belakang. Dana ratusan juta dari KitaBisa sudah terpakai untuk biaya transplantasi sumsum ini.
- Januari 2020 sampai April 2020 aku berobat di Kuala Lumpur. Aku dinyatakan bersih dari kanker.
- Akhir tahun 2020 kondisi tubuhku kembali tak nyaman. Ternyata kanker kembali lagi. Karena kurang dana, aku hanya pakai herbal.
- Akhir tahun 2021, kondisiku tambah parah. Penggalangan danaku mulai dibagikan kembali. Aku pun bisa melakukan imunoterapi di Pontianak.
- Sekarang, pertengahan tahun 2022, ternyata kondisiku masih tidak baik. Obat kankerku ditambah dari yang awalnya hanya 1 jenis menjadi 4 jenis. Biaya pun pasti bertambah.
Hal yang Kutakutkan
Sebagai manusia biasa yang tak luput dari dosa (eak apaan sih), tentu saja aku juga punya rasa takut. Aku berusaha kuat, tapi sesungguhnya ada berbagai hal yang berkecamuk di pikiran. Beberapa hal itu antara lain:
- Bagaimana kalau setelah 16 kali pengobatan masih belum sembuh? Bukan pesimis, tapi realistis. Kalau belum sembuh, otomatis aku masih harus lanjut berobat. Mungkin dilanjut dengan obat yang sama jika hasilnya memuaskan, mungkin mencoba obat lain.
- Bagaimana jika dana berobat tak mencukupi? Berobat bukan hal yang murah. Tak semua obat bisa mengandalkan BPJS. Aku juga tak punya asuransi (soalnya dulu keadaan ekonomi keluarga tidak bagus, dan aku terkena kanker saat masih SMA, jadi mau asuransi mungkin sudah terlambat?).
- Sebenarnya, aku takut kalau cek darah atau mau infus. Pembuluh darahku tipis dan halus, jadi susah dicari. Sekali cek darah saja biasanya bisa beberapa kali tusuk baru dapat pembuluhnya. Hiks. Sudah gagal, sakit, lebam lagi.
Keseharian Saat Ini
Bersyukur banget aku sekarang kuliah di kampus yang memperbolehkanku untuk online sendiri. Walaupun tentu berbeda dari kuliah offline, aku berusaha belajar dengan baik. Kalau badan lagi bisa diajak kerja sama, aku lumayan rajin mendengarkan. Masalahnya, kalau lagi sakit, palingan aku cuma baring-baring dengarin dosen.
Akhir-akhir ini aku juga banyak izin kuliah karena kondisi kesehatan memburuk. Hancur sudah absensiku HUHU. Tapi ya udah sih ya, mau gimana lagi? Biasanya, kalau sehat, aku bakal habisin waktu untuk blogging (ikut lomba menulis) dan sisanya bersantai (sambil belajar). Kalau sakit, aku cuma baring-baring bodoh aja huhu.
Aku hanya mau sehat kembali, bisa beraktivitas normal seperti orang-orang lainnya. Hal-hal kecil seperti bisa berjalan tanpa masalah, bisa duduk berjam-jam, bisa tidur nyenyak, bisa makan dengan lahap di luar rumah bersama keluarga dan teman, dan lain-lain menjadi hal yang sangat kurindukan.
Baiklah, segini dulu curhatanku!
sungguh luar biasa perjuanganmu Vivi, sekarang kamu sudah sembuh dan terbebas dari derita yang menyelimuti.
Semoga tenang yaa Vi, karyamu ini akan selalu abadi.
Selamat jalan sobat.
Walau baru satu kali berkunjung, tapi tulisanmu sangat menyentuh.
Terima kasih telah berbagi dan menjadi alarm bagi kami semua.