Secuplik Kenangan Masa Lampau
Masih teringat di benak kala belasan tahun lalu saya asyik bersantai di bagian belakang rumah yang merupakan tanah kosong. Tanah tersebut punya pemilik, hanya saja saat itu belum diapa-apakan. Maka dari itu, memanfaatkan tanah yang bukan milik kami, orang tua saya pun menanam berbagai macam tanaman, mulai dari pohon pepaya, pohon cabai, hingga pohon jeruk nipis. Lebih asyik lagi, beberapa puluh meter dari belakang rumah, terdapat pohon rambutan raksasa yang berbuah ranum tiap musimnya.
Menikmati langit sore ditemani angin sepoi-sepoi menjadi aktivitas yang tak terlupakan. Sayangnya, perlahan namun pasti, semuanya lambat laun berubah. Tanah yang membentang dari rumah tetangga saya, melewati bagian belakang rumah saya, hingga ke rumah tetangga-tetangga yang lainnya, justru pada akhirnya menjadi tempat dibangunnya perumahan baru.
Dengan dibukanya lahan, sukses sudah kami kehilangan tempat bersantai (yang memang bukan milik kami). Cuaca yang sebelumnya terasa sejuk mulai memanas, disebabkan oleh penebangan pohon di lahan tersebut. Pergerakan angin mulai tak lagi terasa ke rumah kami, sebab bagian belakang rumah sudah tertutup tembok rumah baru yang dibangun tepat di belakang rumah kami.
Tidak hanya membuat suhu semakin panas, perubahan tempat rindang menjadi gersang tersebut juga menyebabkan banjir mulai terjadi. Dulunya, saya sangat senang karena rumah aman dari yang namanya banjir. Semenjak daerah resapan air berkurang drastis, banjir pun sering terjadi.
Apa Kabar Hutan?
Perubahan lahan yang tak sampai berhektare-hektare di dekat rumah kami saja sudah cukup berdampak bagi lingkungan. Satu hal yang saya pikirkan, bagaimana dengan hutan yang luasnya jauh lebih besar? Tentu dampaknya akan beratus-ratus bahkan beribu-ribu kali lipat lebih terasa.
Semakin lama, luas hutan semakin menyempit. Kita lihat sendiri, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2017 luas hutan di Indonesia mencapai 125,9 juta hektare. Sementara itu, pada tahun 2019, luas hutan hanya tersisa 94,1 juta hektare. Lantas, dalam dua tahun terakhir, ke manakah hutan seluas 31,8 juta hektare? Jumlahnya tak bisa dibilang kecil. Satu hektare bernilai 10.000 m2, artinya setara dengan lahan seluas 100 x 100 meter. Tinggal kalikan saja menggunakan kalkulator, lalu kita pusing sendiri saking banyaknya angka ‘nol’ di belakangnya.
Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara dengan hutan terluas ketiga di dunia, tetap saja luas hutan berkurang dari waktu ke waktu. Perihal ini tak boleh disepelekan. Tentu sobat tahu, bukan, bahwa hutan memberi banyak manfaat bagi kehidupan?
Makna Hutan bagi Kehidupan
Milik siapakah hutan itu? Hanya terbatas pada negara tempat hutan tersebut berada? Atau mungkin hanya untuk masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tersebut? Tidak, tidak seperti itu. Hutan adalah milik kita, milik semua umat manusia. Dampak yang ditimbulkan dari kehilangan hutan dirasakan oleh semua orang. Lalu, sebenarnya, apa saja manfaat hutan bagi kehidupan kita?
Paru-Paru dari Seluruh Penjuru
Setiap detik, kita menghirup oksigen yang dihasilkan hutan. Sekadar informasi, pohon serta tumbuhan darat lain turut memberi kontribusi pasokan oksigen dunia sebesar 30%. Oksigen ini dihasilkan tumbuhan melalui proses fotosintesis. Untuk menghasilkan oksigen, tumbuhan akan menggunakan gas karbondioksida yang terdapat pada embusan napas manusia. Hutanlah yang berperan menangkap gas buang kita, lalu mengolahnya kembali menjadi oksigen untuk kita hirup kembali. Siklus tersebut pun terus-menerus terulang.
Mahir Menyerap Air
Tidak hanya mengambil karbondioksida, hutan juga mengambil air yang jatuh dari muka bumi. Akar-akar tetumbuhan menyerap air yang terdapat di dalam tanah. Sementara itu, ketika hujan deras, aliran permukaan akan semakin berkurang sehingga potensi terjadinya banjir juga ikut menurun. Selain itu, sebagian besar air di dunia juga disaring oleh daerah aliran sungai yang berhutan sehingga kualitas air meningkat.
Habitat Pelbagai Kehidupan
Mendengar kata ‘hutan’, apa saja yang sobat pikirkan? Tempat berkumpulnya berbagai tumbuhan? Betul, sobat benar. Akan tetapi, tak hanya tumbuhan saja yang berdiam di sana. Jangan lupakan beragam spesies hewan, mulai dari burung, reptil, amfibi, hingga mamalia yang mendiami hutan. Terlebih lagi, sebagai negara tropis, Indonesia menjadi rumah bagi ribuan spesies tumbuhan dan hewan berbeda. Karena menjadi tempat tinggal beragam makhluk hidup, hutan pun menjadi tempat riset dan penelitian. Ada juga hutan-hutan tertentu yang dijadikan tempat wisata.
Hutan Lestari, Lingkungan Asri, Wajah pun Berseri
Butuh waktu lama untuk memperbaiki kerusakan hutan. Kita tak bisa menyulap, apalagi menyihir pepohonan yang berusia ratusan tahun untuk tumbuh kembali dalam sekejap. Selain butuh waktu lama, menanam pohon juga membutuhkan biaya yang tinggi, mulai dari penanaman benih hingga merawat pohon sampai besar.
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menjaga kelestarian hutan. Tidak hanya pemerintah dan perusahaan saja yang bertugas untuk mempertahankan keasrian hutan, kita sebagai masyarakat juga bisa turun tangan dan mengambil bagian guna menjaga hutan dari beragam aktivitas yang merusak. Apa sajakah itu?
Aksi Reboisasi
Sobat pasti sudah sering mendengar kata ‘reboisasi’. Melalui reboisasi, dilakukan penanaman kembali di area hutan yang telah rusak. Dengan begitu, perlahan namun pasti, hutan akan menghijau, kembali asri seperti sebelumnya. Hutan pun kembali berfungsi sebagaimana mestinya.
Lakukan Tebang Pilih
Sebelum pohon ditebang hingga tumbang, jangan lupa untuk melakukan pemilihan. Hanya pohon yang memenuhi kriteria yang akan ditebang. Sistem ini berguna agar tidak semua pohon dibabat habis. Sistem tebang pilih ini berupa penebangan khusus untuk pohon yang punya diameter di atas 30 sentimeter. Artinya, pohon-pohon yang masih muda tetap bisa bertumbuh.
Mari Adopsi Hutan
Jika pada contoh-contoh sebelumnya mungkin kita sulit untuk terjun langsung, maka kita sebagai masyarakat bisa melakukan adopsi hutan. Ya, sobat tidak salah baca. Adopsi hutan merupakan sebuah gerakan yang dilakukan untuk menjaga hutan. Gerakan gotong royong ini bisa melestarikan hutan mulai dari flora hingga fauna yang terdapat di dalamnya.
Gerakan adopsi hutan diikuti oleh banyak kalangan, tak terkecuali jejeran artis dan influencer ternama di Indonesia. Keikutsertaan Nadine Alexandra, Arif Brat, Shae, Pongki Brata, Valerie dan Veronika, Ramon Tungka, Arsha dan AMSB, serta beberapa orang lain merupakan hal yang positif mengingat mereka bisa memperkenalkan gerakan adopsi hutan lebih dalam kepada masyarakat luas.
Gerakan ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Hutan Indonesia tahun 2020 yang jatuh pada 7 Agustus 2020. Acara yang bertemakan Hutan Kita Juara ini dirayakan oleh lebih dari 100 organisasi dan komunitas. Kita sebagai manusia kembali diingatkan bahwa kita hanyalah satu dari jutaan jenis makhluk hidup lain yang menghuni bumi. Sebagai makhluk yang berakal budi, sudah tentu kita harus menjaga keberadaan hutan.
Adopsi Hutan, Jadi Kita Memiliki Hutan?
Mungkin ada di antara sobat yang menjadi bingung dengan istilah ‘adopsi hutan’. Tenang saja, adopsi hutan itu bukan berarti kita menjadi pemilik resmi dari suatu hutan (memangnya bisa, ya?) ataupun lebih absurd lagi, membawa hutan mulai dari pohon hingga satwa liar di sana untuk dipindahkan ke tempat tinggal kita.
Lembaga Hutan Itu Indonesia (HII) bekerja sama dengan WWF Indonesia dan WARSI untuk mengadopsi sekitar 1039 pohon di Indonesia. Adopsi hutan artinya kita turut berkontribusi menjaga hutan dengan cara berdonasi. Dana yang terkumpul akan disalurkan kepada beberapa organisasi yang bertugas menjaga hutan. Penggunaannya mencakup berbagai aktivitas pelestarian hutan seperti pengembangan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, patroli area hutan, serta masih banyak lagi.
Organisasi-organisasi penerima dana ini tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Ada Forum Konservasi Leuser dan Yasasan HAkA dari Aceh, Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) yang terletak di Kalimantan Barat, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI WARSI) yang mencakup wilayah Bengkulu, Sumatera Barat, serta Jambi, hingga PROFAUNA Indonesia yang menangani hutan di wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Dengan mengadopsi hutan, artinya kita telah mengapresiasi dan menghargai kehidupan yang terdapat di hutan. Adopsi hutan menjadi tindakan nyata bagi kita dalam berkontribusi membantu pemulihan serta pelestarian hutan yang ada. Jika sobat tertarik untuk gotong royong jaga hutan dengan cara adopsi hutan, sobat bisa menuju halaman di bawah ini.
Akhir Kata yang Membuka Mata: Mari Mulai Sebelum Kita Tua Renta
Kapan terakhir kali sobat memakan tumbuhan? Mungkin hari ini, atau setidaknya beberapa hari lalu. Jika pertanyaannya saya ganti, kapan terakhir kali sobat merawat tumbuhan, apakah jawabannya masih sama? Mungkin ada di antara kita yang memiliki tanaman, ada juga yang tidak. Jika saya ubah lagi pertanyaannya, kapan terakhir kali sobat melestarikan hutan, apa jawabannya? Apa jangan-jangan, sobat belum pernah melestarikan hutan?
Mari turut berterima kasih pada hutan dan turut andil dalam mengadopsi hutan. Mulai dari sekarang, berikan kepedulian pada hutan, maka hutan pun akan tetap bertahan hingga bertahun-tahun ke depan. Tak perlu menunggu kata ‘nanti’ untuk memulai sesuatu. Tak perlu menunggu kita mapan atau bahkan jadi kaya raya. Tak perlu menunggu hingga kita tua.
Cukup sebuah langkah mudah, adopsi hutan, yang akan mengubah masa depan hutan kita.
Sumber gambar: free license (atau seperti yang ada di keterangan bawah gambar), dengan atau tanpa pengubahan; dokumen pribadi
Semoga program keren adopsi hutan ini sukses ya makin banyak yang peduli dan ikut serta berdonasi
Iya, amin. Soalnya hutan memang sangat penting untuk kehidupan kita 🙂
Terima kasih sudah berkunjung