Terbelit Masalah Sulit
Hidup segan, mati tak mau. Itulah yang saya rasakan ketika harus terkena kanker. Saat pertama kali gejala muncul, usia saya bahkan baru genap 17 tahun. Dunia saya pun memasuki masa peralihan, yakni masa-masa paling kelam. Mengalami sakit keras benar-benar menguras waktu, dana, dan yang pastinya emosi.
Sejak pertengahan 2019 lalu, saya mulai berobat secara medis. Biaya pengobatan kanker berupa kemoterapi sebanyak 18 kali ditambah transplantasi sumsum tulang belakang menghabiskan biaya lebih dari setengah miliar rupiah. Orang tua saya yang hanya membuka warung kopi kecil-kecilan di pasar pun tak mampu lagi untuk membiayai semua pengobatan saya.
Untungnya, keluarga kami membuka penggalangan dana. Banyak orang yang turut berdonasi, membantu biaya pengobatan sehingga saya dapat sembuh. Saya pun menyadari, kita hanyalah makhluk yang tak dapat hidup sendiri. Ada kalanya kita membutuhkan uluran tangan orang lain. Begitu pula sebaliknya. Terkadang, kita mendapat kesempatan untuk berbagi dan memberikan sedikit yang kita miliki kepada orang lain. Mungkin bagi kita hal tersebut bukanlah seberapa, tetapi bagi sang penerima, hal tersebut sangat menolong mereka.
Masa Corona, Masa Semua Merana
Sejak akhir tahun 2019 lalu, dunia dikejutkan dengan penemuan sebuah virus baru yang menyerang saluran pernapasan. Ialah virus corona atau yang dikenal pula dengan nama COVID-19, virus yang menginfeksi 42 juta orang (per tanggal 25 Oktober 2020). Terhitung sejuta lebih orang meninggal karenanya. Tak cukup sampai di situ, COVID-19 meluluhlantakkan sistem perekonomian dunia. Indonesia turut terkena dampaknya. Perusahaan besar merugi, usaha kecil harus gulung tikar, hingga jutaan pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tak mampu lagi membayar.
Semua beradaptasi, hidup di era baru yang diwarnai COVID-19. Walaupun pandemi melanda, kita tetap berusaha untuk survive, sesulit apa pun itu. Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, tentu kita tetap harus bersyukur. Bahkan, di dalam kesulitan, kita bisa juga berbagi dengan orang lain. Diibaratkan dengan domino, kita bisa membantu satu orang lain yang punya kesulitan dalam hal tertentu. Setelah itu, orang tersebut akan membantu orang lain lagi, dan seterusnya. Semua orang pun bisa terbantu dan membantu. Suatu gambaran yang ideal, andai saja kita benar-benar melakukannya. Jika tidak dilakukan, gagasan sampai selamanya hanya jadi pemikiran belaka.
Berbagi Sesuai Profesi
Seperti yang telah saya katakan sebelumnya di awal tadi, kita sebagai manusia membutuhkan uluran tangan orang lain, baik secara langsung ataupun tidak. Kita saling bahu-membahu, berusaha agar segala sendi kehidupan tetap berjalan dengan semestinya. Sama halnya dengan saat ini di mana pandemi sedang melanda. Semangat berbagi di era baru tak harus menunggu kita mapan dulu, bukan?
Sebagai seorang masyarakat, saya ikut berbagi dengan melakukan hal-hal kecil. Saat di rumah ada barang yang tidak terpakai, saya menyumbangkannya. Dulu, saya punya baju masa kecil yang masih bagus dan tak lagi terpakai. Ya, namanya sudah tidak muat, masa’ mau dipaksa? Mau dijual pun harganya tidak seberapa. Maka dari itu, baju tersebut saya berikan ke keponakan saya. Ia begitu senang mendapatkan baju baru meskipun ia tahu itu sudah pernah dipakai oleh orang lain. Meskipun pada masa itu saya juga kesulitan secara ekonomi, saya tetap bisa membantu orang lain. Daripada mubadzir, lebih baik barang tersebut jatuh ke tangan yang membutuhkan, bukan?
Sementara itu, sebagai seorang blogger, saya berbagi melalui tulisan. Dulunya, saya tidak terlalu serius dalam menulis. Saya hanya menulis artikel seadanya, posting pun masih bolong-bolong. Setelah terkena kanker, saya sadar bahwa sebagai manusia, kita penting untuk berbagi, dalam hal seremeh apa pun itu. Saya mulai berbagi melalui berbagai tulisan yang bisa menjadi referensi para penderita kanker lain dalam berobat, pengalaman serta perasaan yang saya alami, bahkan tentang makna hidup.
Tak harus menjadi blogger untuk bisa berbagi. Abang saya yang merupakan seorang dokter membuatnya bisa terjun langsung ke lapangan, membantu orang-orang sakit untuk mendapatkan pengobatan. Selain itu, kakak saya yang seorang lulusan psikologi, kerap menjadi tempat penampungan keluh kesah teman-temannya. Berdasarkan ilmu yang dimiliki, ia bisa meringankan beban mental yang orang-orang miliki. Semudah itulah untuk berbagi. Berbagi ilmu, berbagi keterampilan, berbagi kebahagiaan.
Tak Ada Rugi untuk Berbagi Materi
Ingin berbagi secara materi, namun tak punya banyak waktu atau sulit untuk mengunjungi penerima donasi secara langsung? Kita bisa berbagi ke lembaga penyalur donasi. Ada banyak lembaga yang menyediakan sarana seperti ini. Namun, tentu saja kita harus memilih lembaga yang tepat agar dana yang kita berikan benar-benar tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan.
Oleh karena itu, Lembaga Amil Zakat (LAZ) UCare Indonesia menjadi pilihan yang tepat. LAZ UCare Indonesia berfokus pada pengelolaan dana zakat, sedekah, infaq, serta CSR di daerah Bekasi. Diresmikan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, kita tak lagi ragu dengan kredibilitas LAZ UCare Indonesia. LAZ UCare Indonesia pun menelurkan segudang prestasi.
LAZ UCare Indonesia memberikan bantuan yang bersifat berkelanjutan. Artinya, lembaga ini aktif menjadi penghubung antara pendonor dengan penerima manfaat. Kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat pun bisa meningkat dengan bantuan orang-orang yang peduli serta LAZ UCare Indonesia sebagai perantaranya.
Beraksi dengan Berdonasi
Tak jarang, orang merasa bingung bagaimana cara untuk berdonasi. Metode yang merepotkan membuat orang tak jadi berbagi. Hal ini tentu menjadi penghalang yang sangat berbahaya. Niat sudah ada, tetapi jika tidak dibarengi dengan kemudahan akses, maka hasilnya nihil. Solusinya, LAZ UCare Indonesia menawarkan cara berdonasi yang mudah. Cukup kirimkan dana ke rekening LAZ UCare Indonesia, tim pun akan segera mengalokasikan dana kepada pihak yang membutuhkan. Sebagai contoh, di tengah masa pandemi saat ini, LAZ UCare Indonesia gencar membagikan bantuan berupa uang, alat medis, serta sembako kepada penerima bantuan.
Berbagi memang bukan kewajiban, tapi bagi mereka yang menerima, itu adalah keajaiban. Jangan jadikan kegiatan berbagi sebagai beban. Mari bersama kita lewati segala cobaan. Meski sulit, kita harus terus melangkah ke depan.
Tulisan ini diikutsertakan dalam rangka Lomba Blog LAZ UCare Indonesia 2020.
0 Comments