Kehidupan Masa Kini
“Siang malam ku selalu menatap layar terpaku,
untuk online, online, online, online.
Jari dan keyboard beradu, pasang earphone dengar lagu,
Aku online, online, online, online.”
Cuplikan lagu berjudul Online yang dibawakan rapper asal Indonesia, Saykoji, pada tahun 2009 tersebut memang masih terkenal hingga saat ini. Enggak hanya punya nada yang ear-catching dan ritme yang asyik, makna liriknya pun sangat pas dengan kehidupan masyarakat saat ini. tentu kehidupan kita saat ini sudah berbeda jauh dari lagu Pak Kasur yang isinya bangun tidur langsung mandi, bahkan membersihkan tempat tidur. Sekarang, bangun tidur, yang dicari pertama kali apa, hayo? Apa lagi kalau bukan smartphone?
Saat ini, kita hidup di era yang dipenuhi oleh kemudahan. Mau mencari tahu sesuatu? Cukup tanya ‘Mbah Google’. Bingung arah jalan? Tinggal buka aplikasi peta. Perut keroncongan, tapi malas cari makan? Pesan saja pakai layanan antar makanan. Semuanya serba mudah dan serba cepat.
Dunia Penuh Informasi
Informasi di dunia ini begitu berlimpah. Sumbernya ada dari mana saja. Baik orang tua, muda, lelaki, perempuan, dengan beragam tingkat ekonomi, semuanya bisa mengakses informasi begitu mudah. Cukup dengan sentuhan jari, kita sudah bisa mengakses dunia luar. Hal ini memang terdengar indah dan mudah, tetapi ada saja sisi kelam di baliknya.
Akibat pengaruh globalisasi, kita semakin terbiasa mengonsumsi konten luar negeri. Sebut saja mulai dari film, musik, bahkan hingga bacaan. Coba wawancarai satu per satu orang di sekitar kita: film asal negara mana yang paling sering ditontonnya? Bukan tak mungkin jawabannya adalah film keluaran barat. Musik mana yang paling sering didengar? Bisa jadi bukan lagu dari penyanyi Indonesia, tetapi lagu western hingga K-Pop. Bacaan yang paling disuka? Bisa jadi bukunya memang berbahasa Indonesia, tetapi ternyata merupakan buku terjemahan luar negeri.
Apakah hal ini menandakan bahwa konten yang berasal dari negeri kita sendiri kalah saing? Jika dibilang kalah saing, bisa dikatakan iya dari segi jumlah konsumen. Sekarang, mari kita telaah mengapa konten lokal kurang mendapat peminat dari masyarakat.
Celah yang Membuat Konten Lokal Kalah
Indonesia adalah negara yang besar, kita tentu tahu itu. Akan tetapi, sayangnya, ternyata mayoritas dari kita hanya menjadi konsumen konten, bukan produsen. Konten lokal saat ini memang cukup banyak, tetapi masih kalah banyak jika dibandingkan konten luar negeri. Selain itu, mencari konten lokal yang berkualitas tentu lebih sulit lagi.
Apa artinya kuantitas berlimpah, akan tetapi kontennya tak bermutu? Dewasa ini, masyarakat semakin cerdas untuk memilah konten mana yang akan dikonsumsi. Masyarakat punya lebih banyak pilihan, tak sebatas surat kabar dan buku cetak di toko buku terdekat, tak hanya radio atau televisi, bukan juga hanya piringan kaset atau pemutar musik mini. Masyarakat punya internet yang menghubungkan mereka dengan semua hal.
Mayoritas orang memilih mengonsumsi konten luar negeri karena lebih berkualitas. Tentunya kualitas ini juga bersifat agak subjektif. Selama orang tersebut suka, maka dia tidak ragu-ragu untuk menonton, mendengar, atau membaca konten tersebut. Namun, secara umum, konten luar negeri banyak yang dibuat dengan sepenuh hati. Sinema digarap dengan sungguh-sungguh dengan plot, pemain, serta efek luar biasa. Komposer berani bereksperimen membuat musik yang fresh dan original. Bacaan punya plot twist seru tak tertebak—bukannya novel picisan keluaran para penulis Indonesia dengan tema tak jauh-jauh dari bad boy, CEO, hingga perjodohan.
Berlian di Tengah Padang Gurun
Konten yang bermutu masih sedikit, bukan berarti konten di Indonesia sama sekali tak berguna. Seperti istilah ada berlian di tengah padang gurun, ini dia beberapa produsen konten hingga hasil karya anak bangsa yang edukatif sekaligus menghibur.
Channel YouTube
Tak perlulah saya menyebutkan siapa yang menjadi youtuber (istilah keren para pembuat konten di YouTube) paling terkenal di seantero Indonesia, sobat pasti tahu. Itu memang pencapaian yang bagus bagi mereka, tetapi saya pribadi tak pernah mengikuti video-video mereka. Melihat judulnya saja, saya mengerutkan kening. Banyak yang membuat video YouTube tak edukatif. Menghibur, mungkin iya bagi sebagian orang. Namun, berguna? Saya rasa tidak.
Dari sekian banyak jenis video YouTube, tipe video yang paling tidak bermutu bagi saya adalah video ASMR (apa gunanya mendengar orang makan krenyes-krenyes?), video mukbang (apa faedahnya menonton orang makan banyak, toh yang ada jadinya saya yang lapar!) maupun video reaction (untuk apa saya melihat reaksi seseorang yang sedang melihat suatu video?). Lebih baik, saya menghabiskan waktu untuk menonton video yang lain.
Kok Bisa menjadi channel YouTube karya anak negeri yang paling menarik bagi saya. Selain karena menggunakan animasi super lucu, setiap videonya sarat akan makna karena selalu membahas pengetahuan. Topik yang dibahas di setiap video sangat beragam, mulai dari pertanyaan umum hingga yang berada di luar nalar sekalipun. Setiap video juga dibuat dengan singkat, hanya beberapa menit. Cocok ditonton baik saat senggang atau di sela-sela jeda kesibukan sekalipun. Channel ini cocok untuk segala usia sehingga saya rekomendasikan untuk siapa saja.
Musik yang Asyik
Entah saya sendiri yang merasakan ini atau bagaimana, tetapi saat saya mendengar lagu Indonesia, sering kali ada saja lirik yang membuat saya cringe. Enggak puitis sama sekali! Padahal nadanya sudah bagus, suara penyanyinya juga oke, sekali dengar liriknya…. Saya jadi merinding dangdut, padahal itu lagu ballad.
Saya merasa musik adalah konten yang cukup subjektif. Terkadang saya bingung, yang membuat sebuah lagu terkenal itu sebenarnya karena lagunya memang bagus, atau karena penyanyinya yang sudah terkenal? Contohnya, telinga saya tidak sreg dengan lagu yang dinyanyikan kelompok penyanyi wanita luar negeri yang terkenal minta ampun, tetapi semua fans artis tersebut membela sang idola. How you like that? Sorry, I don’t like that. Musik adalah seni. Entah musik yang terlalu abstrak, atau memang selera telinga saya yang aneh.
Untuk urusan lagu, ada juga penyanyi Indonesia yang selalu menelurkan lagu-lagu bagus. Salah satunya ialah Andmesh Kamaleng, pria kelahiran Nusa Tenggara Timur yang merupakan jebolan dari ajang menyanyi Rising Star. Saya suka karakter suara Andmesh yang jernih dan merdu. Tidak hanya itu, lagu yang dibawakannya pun sarat makna dan tentunya enak didengar. Meskipun baru menjadi penyanyi profesional selama beberapa tahun, Andmesh sudah menerima berbagai penghargaan musik. Saya masih ingat, saat dulu menjalani kemoterapi di Malaysia, suster yang menangani saya suka membuka lagu Andmesh. Ternyata, lagu anak bangsa juga bisa sampai ke negeri Jiran. Saya jadi ikut bangga.
Buku Seru yang Mengharu Biru
Saya adalah seorang pecinta kata. Dulunya, saya paling suka yang namanya membaca novel. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, saya sering menyewa buku di taman bacaan yang terletak di dekat rumah. Saat duduk di bangku SMA, saya menjadi pengunjung tetap perpustakaan sampai saya sering dinobatkan sebagai peminjam buku terbanyak selama satu semester. Sayangnya, saat ini, saya tak segencar dulu lagi membaca karya fiksi.
Selain karena kesibukan bertambah, saya juga mulai merasa jenuh dengan bacaan yang bernuansa romansa tok tanpa campuran genre lain. Apalagi, jika temanya seputar kisah perjodohan, kisah CEO, atau bad boy sekolah seperti yang saya sebutkan tadi, saya langsung menurunkan ekspektasi. Sebenarnya, tidak semua novel bertema tersebut jelek, tetapi stigma tersebut sudah terikat lekat di benak saya. Banyak juga novel yang premisnya menarik, namun saat dibaca…. Sudahlah, ejaan saja masih berantakan di mana-mana. Sebagai seorang pecinta bahasa baku (aduh, lebay-nya) yang mendewakan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) serta PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia), saya memang masih mengutamakan sistematika penulisan demi kenyamanan mata saat membaca.
Pengarang Indonesia yang menurut saya berhasil menulis karya yang menarik ialah Tere Liye, pengarang yang sudah menerbitkan lebih dari 40 judul buku. Cara penulisan Tere Liye menurut saya cukup gamblang dan tidak puitis, tetapi saya suka dengan alur ceritanya. Mulai dari cerita bertema agamis, keluarga, romansa, aksi, bahkan fiksi sains serta fantasi, semuanya ada. Namun, novel Tere Liye yang menjadi favorit saya ialah fiksi berjudul Hujan. Mengisahkan tentang dunia yang memasuki masa apocalypse atau kiamat, Tere Liye berhasil memadukan sains fiksi dengan romansa yang menyentuh.
Jangan Hanya Jadi Konsumen, Mari Konsen Menjadi Produsen
Merasa konten lokal masih belum memuaskan? Jangan hanya mencela dan mencerca. Tanyakan kepada diri sendiri, apa kontribusi yang telah kita beri pada negeri ini? Apa selama ini kita hanya menjadi penonton karya mancanegara? Kenapa tidak coba untuk mulai berbenah dan memperbaiki konten lokal yang belum sesuai harapan?
Mari mulai untuk mencipta, tak hanya meminta. Jangan hanya jadi konsumen, tetapi jadilah produsen. Ciptakan konten di berbagai bidang. Dunia digital saat ini berkembang sangat pesat. Kita tak perlu jadi orang terhebat yang kontennya langsung dikenal oleh orang seluruh dunia. Kita bisa mulai dari langkah kecil. Ingin menjadi youtuber terkenal? Mulailah membuat video. Punya cita-cita jadi penyanyi? Rekam video bernyanyimu dan publikasikan. Mau jadi penulis? Mulailah menulis, kirimkan ke penerbit atau terbitkan secara digital menjadi e-book. Selalu ada cara asalkan kita mau berupaya.
Konten Lokal Menjadi Bekal Intelektual
Kamu adalah apa yang kamu dengar, baca, dan lihat. Bukankah begitu? Apa yang kita serap akan memengaruhi pola pikir kita. Informasi yang terdapat pada konten, seremeh apa pun itu, bisa masuk ke alam bawah sadar kita. Contohnya, ada dua orang yang menonton dua video berbeda. Satunya suka menonton video prank atau menjaili orang, sementara satunya lagi suka menonton video tutorial memasak. Bukan tidak mungkin, orang yang menonton video prank cenderung menganggap bahwa prank adalah hal yang wajar. Di lain sisi, orang yang kerap menonton video cara memasak mungkin saja mempraktikkan hal tersebut dan lama-kelamaan skill memasaknya pun meningkat.
Pernah dengar kasus anak berusia belasan tahun yang tega membunuh balita berusia 6 tahun? Anak tersebut mengatakan bahwa ia membunuh secara spontan. Belakangan diketahui, anak ini suka menonton film horor yang sadis dan tragis seperti Chucky, film boneka pembunuh yang seram abis. Bayangkan ada seseorang membunuh, lalu menjawab, “lagi pengin saja, kok.” Apakah hal ini logis?
Contoh yang saya bawakan di atas memang cenderung ekstrem. Perlu diingat bahwa pemilihan konten tidak boleh dianggap remeh. Oleh karena itu, untuk membuat generasi bangsa lebih berkembang ke arah positif, buatlah konten yang positif pula.
Langkah yang Tak Akan Salah
Jika ingin membuat konten, mulailah dari hal yang kita suka serta kita kuasai. Saya yang suka menulis tentu akan memilih untuk membuat tulisan, bukannya sibuk vlogging (meskipun sebenarnya ini juga tidak masalah). Akan tetapi, supaya kita berkomitmen penuh, penting untuk melakukan hal yang kita sukai. Kita hanya punya dua pilihan: lakukan apa yang kita suka, atau sukailah apa yang kita lakukan.
Bagi sobat yang sama-sama punya hobi menulis, saya ingin kupas sedikit tentang tip penulis. Sebenarnya, saya sendiri pertama kali membuat blog ketika masih bocah. Berbagai layanan blog gratisan pernah saya cicipi, mulai dari yang terkenal hingga yang sudah gulung tikar sekalipun (tentunya saat itu masih berjaya).
Saat masih SD, saya sering membuat artikel trik tentang teknologi. Setelah beranjak SMP, saya mulai alay dan sering menulis fan fiction di blog. Cerita fiksi dengan pemain berupa anggota boyband dan girlband memenuhi blog saya. Saat duduk di bangku kuliah, barulah saya fokus mengembangkan blog dengan niche yang lebih luas, yakni blog ini. Saya juga bermigrasi dari blog gratisan yang punya fitur terbatas ke blog berbayar yang lebih asyik untuk diulik.
Taruh Konten di Wadah yang Tepat
Sebelum membuat konten, kita perlu memiliki wadah. Pertama, sobat perlu ketahui apa itu website dan hosting. Jika website merupakan alamat dari blog kita, maka hosting merupakan tempat menaruh segala isi pengaturan website. Mudahnya, jika website adalah alamat rumah, maka hosting adalah lahan dari rumah. Lalu, rumahnya sendiri, apa dong? Bisa dibilang rumah merupakan pengandaian dari blog.
Website dan hosting ini bisa disewa dengan jangka waktu tertentu (umumnya per tahun) baik secara bersamaan ataupun terpisah. Saran saya, kalau tidak mau ribet, lebih baik pesan di tempat yang sama. Kita hanya perlu memilih alamat website yang cocok serta hosting yang sesuai dengan kebutuhan.
Bagi orang awam, ingat saja, semakin mahal hosting, semakin bagus pula fiturnya. Biasa ini ditandai dengan fitur lebih beragam seperti fitur anti spam, e-mail yang lebih banyak, memori yang lebih besar, dan masih banyak lagi. Sobat bisa menggunakan layanan hosting murah yang terpercaya. Salah satunya yakni layanan dari Indowebsite.
Murah Itu Penting, Berkualitas Itu Wajib
Indowebsite menjadi penyedia layanan domain serta web hosting yang telah hadir di Indonesia selama lebih dari 15 tahun. Artinya, kita tak perlu meragukan kredibilitas dari Indowebsite. Perusahaan yang pertama kali berkantor di Cibitung ini sudah melayani lebih dari 40.000 klien baik dari dalam maupun luar negeri. Customer service dari Indowebsite pun cepat dan tanggap. Tidak hanya melayani chat via website, kita bisa menghubungi Indowebsite melalui WhatsApp, Telegram, Facebook Messenger, Twitter, bahkan SMS.
Masih ragu langsung berlangganan paket hosting dan domain? Sobat bahkan bisa mencoba hosting gratis di Indowebsite yang diluncurkan sejak tahun 2015. Kapan lagi punya website berdomain TLD (.com, .net, dan lain sebagainya) secara cuma-cuma? Saya belum pernah menemukan paket semenarik ini. Tentunya paket ini patut dicoba untuk orang yang baru terjun ke dunia per-blogging-an.
Mari Majukan Industri Kreatif dengan Konten Digital Buatan Lokal
Tak perlu ragu untuk memulai. Memang tidak ada jaminan bahwa karya kita akan langsung meledak. Konsisten untuk menciptakan karya jauh lebih baik daripada menciptakan satu karya yang menarik lalu berlalu begitu saja. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk berkarya, membuat konten lokal yang menarik dengan sentuhan edukatif. Cintailah produk-produk Indonesia itu memang penting, tetapi yang lebih penting lagi: Buatlah konten yang bisa dicintai masyarakat Indonesia!
0 Comments