Perpustakaan Unsyiah, Setia Menciptakan Generasi Bangsa yang Cinta pada Kata
Kubu Buka Buku
Saat masih duduk di bangku sekolah, kelas rasanya terbagi menjadi dua kubu berbeda. Satunya kubu anti membaca buku, sementara yang satunya lagi adalah pecinta buku. Murid yang berada pada tim yang malas membaca selalu punya seribu satu alasan untuk menempatkan aktivitas membaca sebagai hal terakhir yang harus dilakukannya. Sementara itu, kebalikannya, murid yang suka membaca selalu saja menyempatkan diri untuk pergi ke perpustakaan sekolah.
Saya sendiri masuk ke dalam kubu buka buku. Malahan, selama sekolah, saya bisa dikatakan adalah pengunjung setia perpustakaan. Berhubung saya bersekolah di SMP dan SMA yang sama, maka selama enam tahun pula saya bolak-balik perpustakaan setiap istirahat kedua. Sang penjaga perpustakaan pun rasa-rasanya sudah bosan saat melihat makhluk seperti saya muncul.
Setiap akhir tahun ajaran, selain pembagian rapor, saya juga menunggu-nunggu pengumuman peminjam buku terbanyak di perpustakaan. Sejak dulu, saya selalu menjadi salah satu murid peminjam buku terbanyak. Hal yang paling membuat saya senang, saya selalu dihadiahi buku bacaan, mulai dari novel hingga buku pengembangan diri. Jiwa gratisan saya pun bergejolak.
Kutu Buku, Pasti Tak Seru?
Sering kali di dalam cerita-cerita, seorang penggemar buku digambarkan seperti ini: bersikap kaku, pasif, punya dunia sendiri sehingga tak acuh terhadap dunia sekitar, berpakaian norak, bahkan menggunakan kacamata supertebal. Padahal, di kehidupan nyata, kutu buku tidaklah seperti itu.
Saya sendiri berani menyatakan diri sebagai kutu buku. Sejak belum masuk taman kanak-kanak, saya sudah bisa membaca. Bahkan, saat masih duduk di bangku sekolah dasar, setiap sore saya selalu berkunjung ke tempat penyewaan buku bacaan yang terletak di dekat rumah saya. Semuanya pun berlanjut hingga detik ini. Lokasi tongkrongan saya pun tak jauh-jauh dari yang namanya buku, mulai dari perpustakaan hingga toko buku.
Mencintai literasi tak membuat saya jadi berciri-ciri seperti yang saya sebutkan di atas. Kata siapa kutu buku artinya pasti berkacamata? Hingga saat ini, kondisi mata saya masih terjaga dengan baik meskipun selalu berkutat dengan buku dan layar gadget. Ucapan siapa pula yang mengatakan kutu buku artinya pasif? Selama sekolah, saya masih aktif berorganisasi, berprestasi di kelas, sekaligus aktif dalam lomba di bidang tarik suara. Dengan menjadi seorang kutu buku, bukan berarti seseorang akan tampak aneh.
Buku-Buku yang Membeku
Kebanyakan orang tak suka membaca. Pernyataan ini bukan saya sebutkan asal-asalan begitu saja. Menurut data dari Central Connecticut State University tahun 2016, minat baca penduduk Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei, hanya lebih tinggi dari Botswana. Padahal, Indonesia menjadi negara dengan perpustakaan terbanyak kedua di dunia setelah India. Artinya, Indonesia juara dua terdepan dari jumlah perpustakaan tetapi juara dua terbelakang dalam hal minat baca.
Percayalah, berapa banyak di antara kalian yang pernah atau sering menginjakkan kaki ke perpustakaan? Saya mencoba mengumpulkan data resmi mengenai jumlah pengunjung perpustakaan serta jumlah buku yang terdapat pada 22 perpustakaan yang tersebar di DKI Jakarta. Saya terkejut saat melihat perbandingan angka-angkanya.
Jumlah pengunjung di semua perpustakaan Desember 2018
Jumlah buku di semua perpustakaan tahun 2016 (Seharusnya jumlah buku pada Desember 2018 sudah lebih banyak daripada ini).
Jumlah penduduk usia 10-49 tahun 2018 (Saya anggap usia 10 tahun tentu sudah bisa membaca. Perhitungan hanya hingga di usia 49. Kita anggap saja penduduk dengan usia di atasnya sudah jarang membaca).
Apa yang dapat disimpulkan dari data tersebut?
Meskipun ada penduduk yang dalam rentang usia bisa membaca (10-49 tahun) sebanyak 6,7 juta jiwa, dalam satu bulan hanya ada 234 ribuan orang yang berkunjung ke perpustakaan. Jumlah pengunjung di perpustakaan umum saja tak seberapa. Bagaimana dengan jumlah perpustakaan yang aksesnya terbatas atau kurang dikenali masyarakat, misalnya perpustakaan sekolah atau universitas?
Artinya, sedikit sekali orang Indonesia yang berkunjung ke perpustakaan untuk membaca buku.
Sungguh disayangkan jika buku-buku hanya membeku di rak buku, dihiasi oleh debu, tak tersentuh sama sekali. Padahal, pemerintah maupun lembaga yang menyediakan perpustakaan sudah menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk menyetok buku-buku. Beragam informasi berharga yang ada dalam buku pun tak tersampaikan kepada orang-orang.
Wajah Baru Perpustakaan
Mungkin kita pernah mendengar slogan seperti ini:
Cintailah produk-produk Indonesia!
Lantas, ada yang berkomentar:
“Kalau produknya jelek, gimana mau cinta, coba?”
“Bagusin dulu produknya, baru kita cinta deh!”
“Ya wajar aja, wong produk luar negeri lebih berkualitas.”
Masih banyak komentar-komentar lainnya yang tak perlu saya sebutkan. Intinya, dari tiga kalimat tersebut, ada kesimpulan yang bisa kita tarik. Selain meminta orang lain untuk mencintai sesuatu, kita sebagai pihak penyedia atau pihak yang meminta pun harus turut berbenah. Dengarkan masukan dari banyak pihak, lalu perbaiki kualitas diri atau produk.
Hal tersebut berlaku pula pada perpustakaan. Sejak dulu, kita memang mengenal perpustakaan hanya sebagai tempat peminjaman buku. Dulu, perkembangan teknologi masih belum begitu terasa. Akan tetapi, dewasa ini, teknologi telah berkembang pesat.
Kini, orang-orang tak lagi mengutamakan perpustakaan untuk pencarian informasi. Rata-rata masyarakat saat ini memiliki telepon pintar. Menggunakan internet, mereka cukup membuka peramban dan mengetikkan kata kunci di mesin pencari. Berbagai informasi pun tersedia.
Bagi sebagian besar orang, perpustakaan menjadi tempat yang membosankan karena fungsi satu-satunya sebagai penyedia buku-buku. Oleh karena itu, untuk mempertahankan eksistensinya, perpustakaan juga dapat berbenah. Buktinya, ada perpustakaan yang cepat tanggap dalam menghadapi perkembangan zaman. Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang jauh dari kata kuno. Ia punya berbagai fasilitas yang menjadi magnet bagi pengunjungnya.
Ialah UPT. Perpustakaan Unsyiah, perpustakaan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang terletak di Aceh. Unsyiah sendiri menjadi perguruan tinggi negeri tertua di Aceh yang berdiri pada tahun 1961. Sementara itu, barulah pada tahun 1970, Perpustakaan Unsyiah didirikan. Sepuluh tahun berkembang, status Unit Pelayanan Teknis (UPT) pun didapatkan oleh Perpustakaan Unsyiah pada tahun 1980.
Meskipun sudah berdiri puluhan tahun, Perpustakaan Unsyiah tetap eksis. Tentunya hal ini dikarenakan kemampuan Perpustakaan Unsyiah menilai kondisi dan kebutuhan masyarakat saat ini, terutama bagi warga Unsyiah sendiri. Dengan visi utamanya yakni menjadi pusat informasi ilmiah yang menginspirasi dan memotivasi pencapaian visi dan misi Universitas Syiah Kuala, maka Perpustakaan Unsyiah terus berinovasi dalam mengembangkan perpustakaan.
Mari Intip Sensasi Inovasi UPT Perpustakaan Unsyiah
Jika digambarkan dengan tiga kata, maka kata-kata yang cocok disematkan pada Perpustakaan Unsyiah adalah educate, captivate, dan connect (mengedukasi, memikat, dan menghubungkan). Ketiga kata ini adalah cerminan dari perpustakaan masa kini yang tak lagi sekadar menjadi tempat peminjaman buku belaka.
Educate
Perpustakaan Unsyiah, seperti perpustakaan lainnya yang bertebaran di seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia, berfungsi untuk mengedukasi masyarakat. Edukasi ini diberikan dalam bentuk penyediaan buku-buku informatif dengan beragam kategori. Perpustakaan Unsyiah menjadi jantung bagi universitas, sebab seluruh sumber ilmu terkumpul di dalamnya. Keberadaannya tak dimungkiri lagi menjadi kebutuhan masing-masing kedua belas fakultas dan program pascasarjana yang terdapat pada universitas.
Keinginan Perpustakaan Unsyiah mengedukasi tak berhenti hanya hingga seluruh mahasiswanya. Buktinya, masyarakat umum pun dapat berkunjung ke Perpustakaan Unsyiah. Masyarakat umum yang berkunjung akan dikenai biaya Rp5.000,00 sekali kunjungan. Nominal yang sangat murah mengingat kita bisa mengakses 99.351 judul buku atau sebanyak 119.889 eksemplar. Namun, jika menjadi anggota perpustakaan, maka biaya kunjungan tidak lagi dibebankan.
Koleksi buku perpustakaan yang banyak ini tersebar jadi berbagai jenis. Baik buku teks, terbitan berkala (jurnal), laporan akhir, skripsi, tesis, disertasi, majalah, buku referensi, laporan penelitian, CD-ROM, hingga dokumentasi dapat ditemukan di sini. Selain itu, mengikuti perkembangan zaman, Perpustakaan Unsyiah yang sudah bersertifikasi ISO 9001:2008 ini pun memanfaatkan teknologi dengan menyediakan e-book dan e-journal beberapa penerbit internasional.
Captivate
Kata captivate diterjemahkan sebagai “memikat hati”. Artinya, sebuah perpustakaan harus bisa memikat hati masyarakat. Pada dasarnya, perpustakaan sudah memikat orang-orang melalui buku-buku yang disediakannya. Akan tetapi, kini, buku saja tidak cukup. Perpustakaan harus inovatif dalam mengelola fasilitasnya.
Mari kita lihat Perpustakaan Unsyiah. Stigma perpustakaan adalah tempat yang sunyi tampaknya terpatahkan di sini. Perpustakaan Unsyiah menghadirkan banyak fasilitas yang memikat hati masyarakat. Sebut saja mulai dari ruang baca yang nyaman, ruang Adnan Ganto multimedia center, hingga ruang seminar.
Ruang Baca
Perpustakaan Unsyiah memiliki ruang baca mulai dari lantai satu hingga tiga. Semua ruang bacanya didesain senyaman mungkin. Tentunya ruangan sudah difasilitasi full AC agar terasa sejuk serta akses internet gratis dengan kecepatan tinggi. Mahasiswa pun leluasa untuk mengerjakan tugas sembari membaca buku referensi yang dipilih.
Semenjak tahun 2016, ruang baca wanita dan pria pada Perpustakaan Unsyiah dipisah. Gerakan ini patut diacungi jempol. Dengan adanya pemisahan, hal ini sejalan dengan syariat Islam. Apalagi, Perpustakaan Unsyiah terletak di Aceh yang kental dengan peraturan umat Muslim. Pengunjung perpustakaan merasa lebih aman dan nyaman saat berada di ruang baca yang telah dipisah menurut jenis kelamin.
Ruang Adnan Ganto Multimedia Center
Sejak 26 Maret 2019, Perpustakaan Unsyiah meresmikan ruangan baru, yaitu ruang Adnan Ganto multimedia center. Ruangan yang terletak di bagian barat Perpustakaan Unsyiah ini dijadikan ruang kuliah online serta live streaming.
Penamaan ruangan ‘Adnan Ganto’ bukan sembarang nama. Namun, nama tersebut punya arti yang tak terbayarkan. Ialah Dr. H. Adnan Ganto MBA, seorang bankir kelas dunia asal Aceh yang menanggung biaya renovasi aula menjadi ruang multimedia center. Beliau merupakan salah satu orang yang punya misi mulia, yakni menjadikan Perpustakaan Unsyiah sebagai pusat informasi dan edukasi.
Ruang Seminar
Perpustakaan Unsyiah memiliki ruang seminar yang dilengkapi papan tulis, proyektor, hingga wifi. Berbagai seminar kerap dilakukan di lokasi ini. Sebut saja pelatihan “Jurnalistik Tingkat Dasar dan Manajemen Kepemimpinan Organisasi” pada September 2017, seminar bertema “Pendidikan sebagai Kunci Menjadi Tuan di Negeri Sendiri” pada Maret 2018, pelatihan “Pengelolaan Perpustakaan Sekolah Sesuai Standar” pada 2019, dan masih banyak lagi.
Berbagai seminar dan pelatihan dapat meningkatkan kualitas diri dan menambah pengetahuan. Dengan adanya berbagai seminar dan pelatihan, masyarakat pun jauh lebih tertarik untuk datang ke perpustakaan karena ilmu didapat tak hanya melalui membaca, tetapi juga interaksi langsung dengan ahli-ahli di bidangnya.
Libri Cafe
Ada lagi tambahan fasilitas lain yang dimiliki Perpustakaan Unsyiah. Dengan dibukanya kafe yang dinamai Libri Cafe sejak 2016, pengunjung dapat bersantai sembari menikmati kudapan dan minuman. Kafe yang terletak di lantai satu perpustakaan ini memiliki suasana yang nyaman. Kehadiran kafe menjadi angin segar bagi masyarakat. Setelah membaca buku, mereka pun bisa menongkrongi tempat ini. Produk yang dijual pun dijamin memuaskan selera, sebab Libri Cafe dikelola oleh Perpustakaan Unsyiah bersama dengan Coffee Cho yang profesional.
Unsyiah Library Fiesta 2020
Tak cukup hanya dengan membangun fasilitas yang menarik, Perpustakaan Unsyiah rutin menyelenggarakan event yang seru dan mengundang partisipasi masyarakat luas. Salah satunya yakni dengan mengadakan acara tahunan Unsyiah Library Fiesta. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menarik minat masyarakat luas terhadap Perpustakaan Unsyiah. Tidak hanya itu, kita sebagai manusia pun dapat meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti berbagai lomba yang diselenggarakan tiap tahun ini.
Connect
Perpustakaan Unsyiah yang sudah terakreditasi A sejak tahun 2013 ini menjadi jembatan ilmu antara buku dan kita. Melalui buku, kita bisa menjelajahi waktu. Hanya dengan untaian kalimat, kita bisa mengerti sesuatu yang baru. Hanya dengan duduk di satu tempat, membuka helaian buku, kita bisa bepergian jauh ke belahan bumi yang lain.
Selain itu, melalui perpustakaan, kita bisa berinteraksi dengan sesama pengunjung. Perpustakaan Unsyiah setiap harinya menghubungkan 2.500 hingga 3.000 orang. Meski awalnya tak saling mengenal, paling tidak ada satu hal yang menyatukan mereka, yakni minat terhadap buku. Masyarakat pun dapat saling bersosialisasi dan bertukar informasi. Ilmu pun menyebar luas.
Duta Baca Unsyiah
Ada lagi cara unik Perpustakaan Unsyiah dalam menarik minat baca dan menyebarluaskan ilmu kepada mahasiswa. Setiap tahun, diadakan pemilihan duta baca Unsyiah yang terdiri dari satu pria dan satu wanita. Kedua duta baca tersebut menjadi sosok panutan yang mengajak mahasiswa agar lebih mencintai buku. Gelar duta baca tak hanya sekadar gelar. Mereka pun berusaha menghubungkan buku-buku dengan mahasiswa Unsyiah yang jumlahnya tak kurang dari 30.000 orang.
Unsyiah Integrated Library System (UILIS)
Tidak hanya menghubungkan manusia dengan manusia atau manusia dengan buku fisik, Perpustakaan Unsyiah mempermudah anggota perpustakaan untuk menjangkau buku tanpa harus berada di lokasi perpustakaan. Ialah UILIS, sebuah portal aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk mencari koleksi buku, memperpanjang pinjaman, hingga mengakses referensi ilmiah.
Aplikasi yang saat ini berada dalam versi 3.2.0 tersebut dapat diunduh melalui Play Store untuk pengguna Android. Hingga saat ini pun, sudah ada lebih dari 10.000 pengguna UILIS. Ukurannya yang hanya sekitar 10 MB membuat ruang penyimpanan telepon genggam tetap lega.
Perpustakaan Unsyiah, Perpustakaan dengan Segudang Prestasi
Berbicara tentang prestasi, nyatanya bukan hanya manusia yang dapat berprestasi secara pribadi. Tempat seperti perpustakaan pun bisa dipoles agar ciamik. Buktinya, Perpustakaan Unsyiah tidak hanya menjadi perpustakaan biasa. Berkat pengelola, staf perpustakaan, hingga seluruh warga Perpustakan Unsyiah sendiri, ia pun menjelma menjadi perpustakaan dengan segudang prestasi.
- Satu-satunya perpustakaan PTN yang bersertifikasi ISO 27001
- Perpustakaan pertama yang berhasil meraih SNI Award
- Berhasil mendapat penghargaan dari Kemenkumham
- Penghargaan dari Sekda Pidie Jaya
Pada tahun 2018, Perpustakaan Unsyiah mendapatkan sertifikasi intersional ISO 27001. Sertifikasi ini didapat karena Perpustakaan Unsyiah memiliki keamanan sistem informasi yang tinggi. Perpustakaan Unsyiah pun berhasil menjadi perpustakaan pertama PTN (perguruan tinggi negeri) dengan sertifikasi tersebut. Perpustakaan Unsyiah menjamin keamanan dan ketersediaan layanan dengan memiliki dua server. Satunya di Banda Aceh, sementara satunya lagi di Singapura. Sistem perpustakaan masih berjalan dengan baik jika salah satu server mengalami gangguan.
Perpustakaan Unsyiah berhasil mendapatkan piala SNI Award kategori perunggu. Semenjak tahun 2012 silam, Perpustakaan Unsyiah memang gencar mengembangkan layanan secara besar-besaran. Puncaknya, pada tahun 2015, perpustakaan ini menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penjaminan mutunya. Kerja keras berbuah manis. Pada November 2019 lalu, Perpustakaan Unsyiah berhasil mengalahkan 188 perpustakaan lain yang berlmba-lomba mendapatkan penghargaan SNI Award.
Melalui kegiatan literasi informasinya, Perpustakaan Unsyiah lagi-lagi diberi penghargaan. Kali ini, penghargaan tersebut diberikan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Hal ini dikarenakan Perpustakaan Unsyiah menggalakkan literasi bagi anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Anak-anak pun bisa kembali mengejar impian mereka usai hukuman selesai. Perpustakaan Unsyiah tidak hanya membina kecerdasan wawasan anak, tetapi juga menempa karakter anak jadi lebih baik.
Perpustakaan Unsyiah ikut berdonasi dan membantu perpustakaan di Kabupaten Pidie Jaya. Gempa bumi melanda daerah tersebut pada Desember 2016 silam. Ketika Perpustakaan Unsyiah mengadakan pelathihan pengelolaan perpustakaan di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2017, sekretaris daerah setempat pun memberikan penghargaan untuk Perpustakaan Unsyiah atas jasanya.
Perpustakaan Unsyiah menjadi perpustakaan yang tak hentinya berinovasi. Dengan slogan educate, captivate, dan connect, tentu setiap perpustakaan tak akan tergerus oleh zaman, namun berjalan beriringan. Perpustakaan yang baik tentu mengedukasi masyarakat, menarik minat baca sehingga kita punya generasi penerus bangsa yang mencintai buku, serta menghubungkan yang satu dengan yang lainnya.
Jika Perpustakaan Unsyiah telah menyediakan wadahnya, maka sekarang giliran kita. Tak cukup hanya membiarkan hari-hari berlalu, sudah sepatutnya kita sebagai masyarakat mulai mencintai literasi. Belajar untuk menyukai kata, memahami tulisan dan menjadi generasi yang teredukasi, berminat baca tinggi, serta menyebarluaskannya pada orang-orang di sekitar kita.
Dokumen Rencana Strategis (Renstra) 2019-2024 UPT Perpustakaan Unsyiah 2018 (http://library.unsyiah.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/Renstra2018.pdf)
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah-penduduk-jakarta
http://data.jakarta.go.id/dataset/data-jumlah-pengunjung-perpustakaan
http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-koleksi-buku-perpustakaan/resource/66391bbc-0115-44c6-8baf-8e1203a03241
http://library.unsyiah.ac.id/upt-perpustakaan-universitas-syiah-kuala-raih-penghargaan-dari-kemenkumham/