Selain transportasi, akomodasi juga menyita biaya yang cukup besar. Memilih akomodasi juga sering kali serbasalah. Jika memilih yang terlalu murah, kadang kita tak dapat berekspektasi tinggi. Saya pernah pergi ke negeri tetangga untuk melakukan check up kesehatan. Demi menghemat uang, saya menginap di hotel bintang dua termurah di daerah tersebut. Memang biayanya murah dan lokasinya strategis, jadi saya memilih tempat tersebut.

Masuk ke dalam kamar, awalnya semua terlihat normal. Ukuran kamar tak terlalu besar, namun bagi saya tak masalah. Terdapat beberapa perabot di kamar seperti ranjang, teko pemanas air, meja kecil, lemari, hingga televisi. Sejauh ini, semua baik-baik saja.

Mencoba menggunakan wifi, ternyata jaringan internetnya sangat buruk. Saya hanya bisa pasrah. Saat menyalakan AC, saya baru menyadari bahwa remote AC sudah rusak. Saya tak bisa mengatur suhu AC. Ketidakberuntungan tak berhenti sampai di situ. Beberapa jam di dalam kamar, air AC tiba-tiba berjatuhan seperti hujan. Rasanya seperti hujan lokal di dalam ruangan.

Bukan hanya kamar saja yang tak sempurna, toilet pun bermasalah. Air yang mengalir dari shower tak bisa diatur menjadi hangat. Parahnya, airnya dingin luar biasa. Saya yang biasanya memang mandi air dingin pun sampai mengigil dibuatnya. Jika tubuh dingin, hati saya terasa panas. Entah memang saya tak beruntung mendapat kamar jelek, ataukah seluruh kamarnya sama saja? Entahlah.

Pengalaman buruk saya di hotel murah tersebut cukuplah jadi kenang-kenangan. Kita memang boleh hemat untuk biaya akomodasi, tetapi jangan sampai saking hematnya justru kita yang jadi tidak nyaman. Begitu sebaliknya, jika kita memesan kamar di hotel terbaik yang harganya per malam bisa bikin merinding bulu roma, menurut saya pribadi agak sia-sia. Kecuali jika sobat ingin pergi ke luar negeri dan hanya malas-malasan di hotel menikmati fasilitas mewah yang diberikan, silakan saja. Namun, jika sobat tipe orang yang ingin menjelajahi berbagai tempat dan hanya menggunakan hotel sebagai tempat untuk tidur, maka cukup pilih hotel standar yang memenuhi kebutuhan dasar kita.

Manusia mana yang bisa bertahan hidup tanpa makan dan minum? Jika berada di rumah, kita bisa menghemat pengeluaran makanan dengan memasak sendiri. Akan tetapi, saat berlibur, tentu kita tak mungkin membawa perabotan memasak di rumah seperti kompor, kuali, hingga sendok dan piring, bukan?

Makanan menjadi kebutuhan sekaligus keinginan kita. Kebutuhannya, kita hanya perlu makan sampai kenyang. Jangan lupa untuk memperhatikan asupan gizi ke dalam tubuh. Jika ingin berlibur, kita harus makan dengan cukup supaya punya stamina untuk berjalan-jalan. Selain itu, dengan makan makanan yang bergizi, imunitas pun bertambah. Kesehatan selama liburan pun terjaga.

Tidak hanya kebutuhan, makanan juga menjadi keinginan. Saat sedang berjalan-jalan di daerah lain, pasti kita ingin mencoba berbagai makanan dan minuman khas daerah tersebut. Mulai dari menu hidangan utama, minuman yang menarik, hingga kudapan-kudapan kecil yang rasanya sayang untuk dilewatkan.

Saat berlibur ke luar negeri, kita menggunakan mata uang yang berbeda. Jangan sampai uang kita justru bablas. Misalnya, saat berlibur di Malaysia, kita mungkin leluasa mengeluarkan uang 12 ringgit untuk segelas minuman bubble. Rasanya seperti mengeluarkan uang Rp12.000,00, murah sekali. Padahal, nyatanya, 12 ringgit bernilai sekitar Rp40.000,00. Mahal, bukan?

Untuk itulah, kita harus punya ‘kalkulator’ dalam otak. Hindari kejadian pulang-pulang ke rumah perut jadi gendut, tetapi dompet malah kurus.

Biaya jalan-jalan ini kita pisahkan dari biaya transportasi utama. Contohnya, saat saya berangkat dari Pontianak menuju Seoul, saya sudah menghitung biaya tiket pesawat. Selanjutnya, saya masih harus menghitung berapa kira-kira biaya jalan yang diperlukan.

Sesampainya di Seoul, tak mungkin saya hanya duduk manis di bandara atau di hotel, lalu pulang lagi ke Indonesia. Tentu saya akan menuju lokasi-lokasi wisata di sana. Untuk menuju tempat wisata tersebut, tak mungkin juga saya hanya mengandalkan kaki. Saya harus menaiki transportasi umum. Inilah biaya yang harus diperhitungkan.

Selain itu, umumnya, jika datang ke tempat wisata, kita diharuskan membayar tiket masuk. Bahkan, jika bermain wahana, biasa ada lagi biaya tambahan yang perlu dikeluarkan. Semuanya tergantung dari pemilik tempat wisata. Terkadang, ada yang menjual tiket pintu masuk yang sudah lengkap dengan paket. Kita bisa menikmati seluruh fasilitas wisata. Namun, tak jarang pula yang memisahkan antara tiket masuk dan tiket permainan atau pertunjukan.

Saat kita berwisata menggunakan pihak tour and travel, kita harus jeli memperhatikan paket yang kita gunakan. Biasanya, kita cukup membayar kepada pihak tur. Pihak turlah yang akan mengatur ke mana saja kita akan pergi dan seluruh biaya tiket masuk sudah ditanggung.

“Oleh-oleh”, salah satu hal yang bisa membuat kita menghamburkan uang dengan mudah. Sebelum liburan, kita harus memisahkan budget untuk pos yang satu ini. Selain itu, kita juga perlu membuat daftar siapa saja yang akan kita berikan oleh-oleh. Perhatikan juga fungsi dari barang tersebut, apakah berguna bagi mereka atau hanya sebagai lucu-lucuan saja.

Saya pernah mengikuti lomba yang berlangsung di luar kota. Teman saya tiba-tiba mengajak untuk memberikan oleh-oleh bagi teman satu angkatan. Jumlahnya sekitar 40-an orang. Karena merasa tak enak dengan teman saya ini, saya pun ikutan kalang kabut membeli gantungan kunci. Padahal, awalnya saya berencana untuk memberi oleh-oleh yang lebih spesial kepada orang-orang terdekat saya saja. Malahan, karena pembagian oleh-olehnya dibagikan asal-asalan, teman dekat saya di kelas saja ternyata tak kebagian!

Selain untuk oleh-oleh, ada juga yang berbelanja barang di luar negeri karena harganya jauh lebih murah dibandingkan jika membelinya di Indonesia. Tentu saja, hal ini karena saat barang impor masuk ke dalam negeri, ada biaya pengiriman serta pajak dalam nominal tertentu. Meskipun begitu, hati-hati dan jangan sampai kalap berbelanja. Pihak imigrasi cukup ketat menyeleksi barang-barang yang kita bawa pulang.

Saat membawa banyak barang, terutama barang yang sama persis, umumnya barang tersebut akan disita. Misalnya, saya membeli seratus sheet mask dari negeri ginseng karena harganya lebih murah daripada harga di konter kosmetik di Pontianak. Meskipun sebenarnya sheet mask untuk pemakaian pribadi, bisa jadi pihak imigrasi menganggap saya akan menjual kembali barang tersebut. Apalagi, sebelumnya, saya tak melaporkan barang bawaan saya. Alhasil, seluruh masker saya disita. Bukannya untung, justru jadi buntung.