Tak Lagi Sebatas Keinginan, Wujudkan Angan Meraih Rumah Impian
Menelaah Masalah Rumah
“Ma… dapur banjir lagi…!”
Begitu teriakan saya setiap hujan lebat mengguyur kawasan tempat saya tinggal. Terhitung sudah lebih dari belasan tahun saya tinggal di rumah tersebut. Dulunya, lokasi di belakang rumah merupakan tanah kosong. Masih teringat, masa kecil saya dihabiskan untuk bersantai menikmati semilir angin di belakang rumah. Beberapa bulan sekali, kami pun memanen buah pepaya yang pohonnya kami tanam sendiri.
Sayangnya, kenangan hanya tinggal kenangan. Beberapa tahun lalu, pemilik tanah tersebut mulai membangun rumah di sana. Letaknya tepat berhimpitan dengan bagian belakang rumah saya. Usai pembangunan tersebut, rumah kami pun mulai kebanjiran dari arah dapur sebab area paling belakang rumah berdempetan dengan rumah baru. Usut punya usut, ada saluran air yang tersumbat karena saluran tersebut tertimbun jatuhan semen saat pembangunan berlangsung. Akibatnya, air pun mengalir ke bagian dalam rumah kami.
Rumah baru milik tetangga berdempetan dengan bagian belakang rumah.
Bersyukur, ayah saya cukup ahli soal pertukangan dan urusan merenovasi rumah. Beliaulah yang sibuk memperbaiki rumah, tambal sini tambal situ. Kondisi seperti ini memang cukup menyebalkan. Belum lagi, toilet di rumah sering sumbat karena aliran air tak lagi lancar. Selain itu, kamar saya bahkan tak punya aliran udara akibat jendela yang berhimpit dengan tembok baru milik rumah tetangga. Meskipun begitu, seburuk apa pun kondisinya, tetap saja itu adalah rumah kita. Seperti cuplikan lirik lagu, ‘lebih baik di sini, rumah kita sendiri….’ ya.
Hadiah Rumah dari Ayah untuk Saya
Ya, sobat tidak salah baca. Bukannya saya yang membelikan rumah untuk orang tua, justru ayah tercinta yang sibuk memikirkan masa depan saya. Semenjak tahun lalu, keuangan keluarga cukup baik. Abang tertua saya sudah masuk kuliah semester akhir bidang kedokteran. Kakak saya pun telah bekerja. Tersisa saya yang masih ditanggung orang tua. Maka dari itu, ayah saya memutuskan untuk mencicil sebuah rumah melalui KPR. Alasannya sederhana. Papa mengatakan bahwa rumah tersebut punya lokasi bagus, harga terjangkau, lalu bisa menjadi investasi jangka panjang, bahkan rencananya akan diberikan kepada saya. Meskipun bukan saya yang ngebet, tentu saya tak menolak, dong? Aduh, malunya saya. Saya bahkan belum bisa membahagiakan orang tua.
Papa sangat bersemangat saat mencicil rumah mungil ini. Beliau kerap mengunjungi rumah untuk melihat proses pembangunan. Sungguh sedih, jerih payah beliau harus digantikan untuk membayar biaya pengobatan kanker saya….
Ketiadaan Atap Bernaung
Saya beruntung masih memiliki atap untuk bernaung. Dilansir dari Puskapa (Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak), tercatat setidaknya ada 77.500 tunawisma yang tersebar di kota-kota besar tahun 2019. Angka tersebut hanya sebagian kecilnya saja, belum menghitung jumlah di seluruh pelosok negeri.
Gambar hanya ilustrasi. Menurut saya kurang berempati jika menampilkan foto asli. (sumber gambar: pexels)
Sandang, pangan, dan papan. Rumah yang diibaratkan dengan papan ini menjadi kebutuhan primer manusia. Namun, tak semua orang beruntung memilikinya. Selain tunawisma, banyak juga orang yang masih belum memiliki rumah sendiri. Ada yang masih terpaksa tinggal dengan kerabat padahal dirinya sudah berkeluarga. Ada pula yang masih menyewa rumah petak mungil dengan tekanan batin. Bukannya apa, sewaktu-waktu harga sewa rumah bisa naik, bahkan sang penyewa bisa saja menghentikan kontrak—membuat orang yang tinggal di rumah sewa tersebut pun harus angkat kaki usai masa sewa habis, yang berujung masalah baru: mau tinggal di mana?
Sudah menjadi impian bagi setiap keluarga untuk memiliki rumah sendiri. Namun, umumnya orang terkendala dengan suatu masalah yang tak terelakkan lagi: butuh biaya besar untuk memiliki sebuah rumah!
Rumah, Urusan Kesekian bagi Milenial?
Saya termasuk generasi milenial yang lahir di antara tahun 1990-an hingga 2000-an. Di usia saya yang menginjak 20 tahun, saya mulai memikirkan masa depan. Seperti apa kehidupan yang saya inginkan di masa mendatang? Karena saya sempat sakit, orang tua saya tak mengizinkan saya untuk merantau ke kota lain. Setelah saya pikir-pikir, tinggal dan hidup di kampung halaman juga bukan hal yang buruk.
Meskipun begitu, saya tetap membuka kemungkinan tentang masa depan. Maklum, saat ini saya masih kuliah dan belum bekerja. Nantilah setelah saya bekerja, saya bisa lebih rinci merencanakan berapa pemasukan yang harus ditabung. Tentunya sejak dini saya sudah menanamkan di dalam hati bahwa memiliki rumah merupakan hal yang penting. Selain untuk dihuni di masa mendatang, rumah juga bisa dianggap sebagai instrumen investasi. Akhir-akhir ini saya juga sering melihat video desain interior hingga renovasi rumah melalui channel YouTube. Rasanya gemas sendiri dan ingin cepat-cepat memiliki rumah sendiri.
Bukannya tidak ingin, tetapi umumnya kalangan milenial hanya mampu bermimpi untuk membeli hunian. Kenyataannya, berdasarkan data dari BPS, hanya 13% dari 77 ribu keluarga milenial di Jakarta Pusat yang memiliki rumah. Hal ini terjadi karena penghasilan yang minim, sementara harga properti cukup tinggi. Perlu diingat, kenaikan harga properti per tahun juga lebih cepat daripada kenaikan penghasilan. Ketimpangan tersebut membuat banyak yang menunda pembelian rumah karena kondisi ekonomi belum mendukung.
Di satu sisi, daya beli rumah masih cukup rendah. Namun, di lain sisi, urgensi memiliki rumah tergolong tinggi. Dari sekitar 270 juta penduduk Indonesia saat ini, ternyata hanya ada 45 juta unit rumah. Untuk itulah pemerintah mencanangkan berbagai program yang memudahkan masyarakat. Salah satunya ialah Program Sejuta Rumah yang telah dihadirkan pemerintah pusat sejak tahun 2015.
Program Sejuta Rumah
Melalui Program Sejuta Rumah yang digawangi oleh Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dirjen PUPR), masyarakat bisa memiliki rumah. Hal ini dikarenakan program tersebut memberikan beragam fasilitas yang meringankan beban masyarakat. Apa saja cakupannya?
Melalui situs perumahan.pu.go.id, ini dia jumlah rumah yang berhasil dibangun melalui program tersebut:
- 699.770 Rumah di Tahun 2015 40%
- 805.169 Rumah di Tahun 2016 50%
- 904.758 Rumah di Tahun 2017 60%
- 1.132.621 Rumah di Tahun 2018 80%
- 1.257.852 Rumah di Tahun 2019 95%
- 215.662 Rumah hingga Mei 2020 16%
Terlihat sebenarnya program ini berhasil membangun semakin banyak rumah dari tahun ke tahun. Pengecualian untuk tahun 2020 dikarenakan terdampak pandemi Covid-19. Keseriusan pemerintah dalam melaksanakan program ini terlihat dari rencana Kementerian PUPR membangun 19 Balai Perumahan yang tersebar di seluruh Indonesia. Pendirian balai ini bertujuan agar pembangunan perumahan bisa ditingkatkan. Jika dirinci, berbagai aktivitas bisa dilakukan dengan lebih mudah. Sebut saja mulai dari merencanakan keperluan pembangunan, mengawasi, membina, serta menjalankan pembangunan perumahan.
Mewujudkan Mimpi Membeli Rumah Impian
Sudah siap berburu rumah impian? Untuk sobat yang masih awam dan bingung tentang rumah, jangan khawatir. Sobat bisa menyaksikan webinar bertema Program Perumahan yang diselenggarakan oleh Direktorat Rumah Umum dan Komersial (RUK) dari Dirjen PUPR. Seminar online yang akan dilaksanakan pada 14 Agustus mendatang ini diadakan dalam rangka merayakan Hari Perumahan Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 Agustus.
Dengan adanya berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah maupun pengembang, kini meraih mimpi rumah pertama bukan lagi sekadar impian, tetapi bisa diwujudkan menjadi kenyataan. Tak perlu takut untuk membeli properti walaupun sekarang sedang dalam masa pandemi. Justru saat ini menjadi peluang yang baik, sebab ada banyak keringanan biaya, diskon, serta promo menarik yang ditawarkan.
Menyisihkan pendapatan demi rumah impian bisa dilakukan sejak dini. Semua kembali lagi kepada masing-masing pribadi: seberapa inginkah engkau? Seberapa besar effort yang kita lakukan demi mencapai impian tersebut? Tak ada yang salah dari merencanakan masa depan. Bagaimana pun kondisi kita saat ini, terlebih lagi saat menghadapi masa pandemi, kita harus tetap berpikir maju. Berbagai keringanan yang dicetuskan pemerintah hingga pengembang pun memudahkan kita. Akhir kata, jangan pernah menyerah!
jarang banget sya nemu ulasan sebagus ini,, ijin ctrl + D ya kak
Terima kasih, silakan dibookmark 😀