Tidak mengeluh bukan berarti tidak ada masalah.
Tidak terluka bukan berarti sedang baik-baik saja.
Sebelumnya aku memang enggak pernah cerita ke semuanya, berhubung aku bukan tipe orang yang suka mengumbar-ngumbar semua hal ke media sosial. Jadi, mungkin teman-teman yang baru tahu kondisiku sekarang bakalan terkejut.
Jadi intinya, saat ini aku sedang berjuang melawan kanker limfoma (salah satu jenis kanker sel darah putih). Sel kanker sudah menyebar ke berbagai bagian tubuh (nodus limfa, limpa, rahim, bahkan tulang). Aku harus segera melakukan transplantasi sumsum tulang sekaligus kemoterapi dosis tinggi.
Sekadar info, saat ini aku sudah selesai menjalani kemoterapi 14 kali (dari awalnya diwajibkan 16 kali). Awalnya kondisiku membaik, tapi saat udah selesai kemoterapi yang ke-14, kondisiku memburuk sehingga kemoterapi ditunda. Selain kakiku bengkak, tubuhku juga terasa sakit terus-menerus (terutama di bagian punggung dan perut). Awal Januari 2020, aku disuruh melakukan PET scan untuk mengetahui persebaran kanker. Bukannya hilang, sel kanker malah makin banyak.
Saat ini aku butuh biaya yang cukup besar buat berobat, yaitu sekitar Rp350.000.000. Padahal, tabungan Papa dan Mama sudah terkuras untuk pengobatanku selama ini. Makanya, kami memutuskan untuk menggalang dana demi kesembuhanku. Bagi teman-teman yang tergerak hatinya dan ingin membantu, bisa melalui kitabisa.com/bantuvivisembuh. Setiap uluran tangan dari teman-teman tentu sangat berharga bagiku. Mohon doanya dan kalau bisa jangan lupa info ini disebar juga, ya. π
Kembali lagi ke awal mula kenapa aku bisa sakit. Sebenarnya aku bikin post ini untuk menjawab pertanyaan yang (mungkin) akan ditanyakan kepadaku. Supaya lebih enak dibaca, aku buat dalam bentuk Q&A aja, deh. Soalnya, kalau dibuat langsung jadi paragraf, omonganku suka melantur ke mana-mana.
Vivi, kamu kenapa?
Seperti yang sudah kutulis di atas, saat ini aku sedang sakit.
Kamu sakit apa?
Kalau ditanya secara general, aku sakit kanker. Tapi, kalau mau dirinci, jadinya seperti ini: kanker limfoma hodgkin subtipe nodular sclerosing. Penyakit ini merupakan kanker yang menyerang sel darah putih.
Kanker? Stadium berapa?
Bulan April 2019, stadium kankerku antara 3 atau 4. Kalau mau tahu lebih jelas, harus dicek lagi (dan tentunya keluar biaya yang cukup banyak). Jadi, aku memilih langsung pengobatan saja. Lagi pula, penanganannya juga sama.
Nah, kalau ditanya, sekarang aku stadium berapa, yuk kita tebak-tebak sendiri. Kankerku sudah ada di nodus limfa (paraortic nodes, mesenteric nodes, supraclavicular node, thymus), limpa, rahim, sampai tulang (left ilium, vertebral body, left pedicle). Intinya, sel kankernya ada sangat banyak, di berbagai tempat.
Emang sejak kapan kamu sakit?
Kalau dari gejala pertama, sebenarnya pertengahan tahun 2017 aku udah sakit. Ya, pertengahan 2017. Itu saat aku baru naik kelas 3 SMA. Hanya saja, emang gejalanya itu bikin bingung. Aku sempat ke banyak dokter, bahkan coba pengobatan tradisional, tapi semua obat yang aku minum, oles, dan lain-lain, nyatanya enggak membuat aku sembuh.
Gejala apa saja yang kamu alami?
Sekitar Juli 2017, leher aku rasanya nyeri banget. Mau menoleh saja sakit. Setelah minum obat herbal, rasa sakitnya menghilang.
Cerita belum selesai sampai di situ. Entah berapa lama setelahnya, aku sadar bahwa di leher aku tumbuh benjolan. Selain itu, aku juga mulai sering demam dan mudah lelah. Dibandingkan semua itu, gejala yang paling aku benci yaitu rasa sakit di pinggang, yang anehnya selalu muncul pada malam hari. Sakitnya itu benar-benar sampai enggak bisa ngapa-ngapain. Jangankan mau beraktivitas, cuma baring tanpa bergerak aja udah kesakitan minta ampun. Makanya, performa belajarku di sekolah juga sempat menurun. Untungnya, aku masih bisa lulus SMA dengan nilai yang lumayan, haha.
Seingatku, benjolanku pernah menghilang begitu saja. Saat itu, kami mengira aku udah sembuh. Anehnya, benjolan itu lalu muncul lagi. Bahkan, tidak hanya di satu tempat, benjolanku pernah ada di leher bagian depan, samping kiri, samping kanan, belakang telinga, hingga dekat rahang kanan. Paling parahnya, sekitar September 2018, benjolan di leher depanku timbul lagi, memerah, lalu bernanah (kadang sedikit berdarah). Kebayang enggak, sih?
Benjolan yang di depan leher berhenti bernanah beberapa bulan kemudian (lupa kapan tepatnya). Sementara itu, benjolan-benjolan kecil di leher masih ada.
Masalahnya, Februari 2019, lagi-lagi ada gejala baru: kaki bengkak dari pangkal paha hingga ke ujung jari kaki. Aku masih ingat jelas, tak ada angin tak ada hujan, kakiku rasanya sangat sakit. Saat itu, aku sedang mengikuti perlombaan mewakili universitas yang diadakan di Jakarta. Di sana, tiap malam aku selalu demam. Dua malam terakhir di sana, kakiku bengkak.
Pulang ke Pontianak, kakiku masih bengkak. Aku sempat berobat ke banyak tempat, lagi-lagi tak ada perbaikan. Hingga kira-kira bulan April 2019, kondisi kakiku sedikit membaik. Aku pun βbela-belainβ datang ke kampus, rencananya mau minta surat izin ke pihak universitas. Maklum, waktu itu aku menang lomba dan hadiahnya itu jalan-jalan ke Jepang. Siapa yang enggak mau, coba?
Baru sehari kemudian, kakiku mulai bengkak lagi. Mungkin karena belum benar-benar sembuh, aku sudah beraktivitas, kondisi pun menurun. Lagi-lagi aku tak bisa ke mana-mana. Jangankan mau ke Jepang, jangankan mau kuliah. Mau berjalan ke toilet di dalam rumah saja susahnya minta ampun.
Puncaknya, kondisiku semakin hari semakin lemah. Aku sampai batuk-batuk terus dan kesulitan tidur. Bahkan, (katanya) saat aku tidur, napasku sudah ngos-ngosan.
Sedangkan, untuk saat ini, yang aku alami setiap hari adalah rasa sakit (nyeri, tidak nyaman) terutama di bagian punggung dan perut.
Sejak kapan kamu berobat?
Kalau ditanya sejak kapan, tentu sejak awal sakit aku sudah mencoba berbagai jenis pengobatan. Di satu titik, akhirnya kondisiku benar-benar parah. Mau tak mau, aku dibawa ke Kuching, Malaysia, untuk pengecekan kesehatan. Setelah melakukan tes darah, CT scan, hingga biopsi, akhirnya aku didiagnosis kanker dan harus kemoterapi. Aku pertama kali kemoterapi pada Mei 2019.
Setiap dua minggu sekali, aku menjalani sesi kemoterap di Kuching. Soalnya, di Pontianak, tidak ada pengobatan untuk pasien kanker. Solusinya harus berobat ke Pulau Jawa atau negeri tetangga.
Saat kemoterapi, kondisimu bagaimana?
Masih hidup, tentunya. Kalau ditanya, kondisiku cukup bervariasi. Maklum, ada efek samping yang ditimbulkan kemoterapi. Ada kalanya aku merasa sehat, ada juga saat tubuhku benar-benar sakit. Ada saatnya aku makan dengan lahap, namun ada juga saat aku bahkan tak mampu menyendokkan sesuap makanan ke dalam mulut.
Jadi, sekarang kamu ngapain aja?
Kemoterapi di Kucing, pulang ke Pontianak. Kemoterapi lagi, pulang lagi. Seperti itu terus. Kondisiku juga harus benar-benar dijaga, sebab pasien kemoterapi rentan terkena virus/bakteri/kuman. Aku juga beristirahat (baca: jadi kaum rebahan) supaya tidak kecapekan.
Sekarang masih kuliah?
Hahaha. Tolong, ini pertanyaan yang menyakitkan. Tapi, aku pikir, pasti ada yang kepo juga. Untuk sekarang, jawabannya adalah tidak. Aku mau fokus dulu untuk pengobatan.
Untuk kalian yang sudah tahu kondisiku sejak dulu, terima kasih atas dukungannya selama ini baik secara moral dan finansial. Tanpa kalian, tentu aku tidak akan sekuat ini.
Mungkin seperti itu saja dulu. jika ada pertanyaan tambahan, silakan bebas berkomentar di sini, DM instagram, chat, maupun yang lainnya. Oh ya, blog ini juga masih dalam tahap perbaikan, jadi abaikan saja website yang masih terlihat amburadul ini.
Sekali lagi, bagi teman-teman yang tergerak hatinya dan ingin membantu, bisa melalui kitabisa.com/bantuvivisembuh (atau mau secara langsung melalui rekening bahkan tatap muka ya, monggo). Setiap uluran tangan dari teman-teman tentu sangat berharga bagiku. Mohon doanya dan kalau bisa jangan lupa info ini disebar juga, ya. π
Be strong! Everything will be okay. Keep praying. Love~
Thank you for your support! π
Cepet sembuh cantik π Tuhan beserta mu.
Terima kasih, Tuhan juga besertamu π
Get well soon, kak Vivi. God bless youπ
Thank you so much, God bless you too π
Thank you!
Moga cepat sembuh lek
Amin, terima kasih π
Hi ci vivi…
Saya wendy dari medan…
Tetap semangat melawan kankernya ya dan semoga cepat sembuh…
Thank you π semoga kapan2 saya bisa berkunjung ke Medan ya ^^
Semoga cepat sembuh ya dek π€
Tuhan memberkarti mu π
GBU too π
Coba pakai pengobatan tradisional aceh kak ( tanaman ganja ) karna org dulu banyak yg menggunakan tanaman ganja untuk pengobatan alami dan untuk penyedap masakan
Hingga saat ini, pengobatan menggunakan tanaman ganja dilarang oleh pemerintah Indonesia. Di Indonesia, ganja dilarang karena ganja termasuk narkotika, di mana ganja ini mengandung tetrahidrokanabinol (THC) yang menyebabkan perubahan aktivitas dan mental seseorang. Sementara itu, hukum UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa ganja termasuk ke dalam narkotika golongan 1 dan tidak digunakan dalam pengobatan. Terima kasih atas informasinya ya sobat.
Vivi salah satu mahasiswa terbaik yang Kami miliki, tetap semangat. Semoga proses pengobatan dan penyembuhan Vivi lebih cepat. Teriring doa Kami semua dari Informatika Untan
Terima kasih banyak Bu..
Doa kami bersamamu
Amin…
cepet sembuh dek, kamu udah kuat banget selama ini, usaha kami utk sembuh pasti ga akan sia”.. God bless you
Terima kasih yaa π