Setelah sebelumnya saya sudah melalui proses pengambilan stem cell sebagai salah satu proses transplantasi sumsum tulang, akhirnya kali ini saya menjalani proses lanjutannya, yakni memasukkan kembali sel yang telah diambil tersebut. Proses ini merupakan langkah terakhir dalam rangkaian transplantasi.
PET Scan dan Tes Corona
Jadi, pada tanggal 24 Maret 2020 lalu, saya melakukan PET scan untuk mengetahui penyebaran sel kanker di tubuh. Ternyata, hasil scan menunjukkan bahwa tubuh saya sudah bebas dari sel kanker. Setelah menjalani pemeriksaan, bukannya langsung kemoterapi, saya malah disuruh tes covid-19 terlebih dahulu. Maklum, pada bulan Maret 2020, wabah novel coronavirus memang sedang memuncak.
Saya pun diisolasi selama satu malam sebelum akhirnya hasil tes keluar. Untungnya hasil tes covid-19 saya negatif, yang artinya saya bebas dari virus tersebut. Tak terbayangkan jika amit-amit terkena virus corona, pasti pengobatan saya jadi tambah panjang berjilid-jilid.
Pemasangan Selang untuk Kemoterapi dan Transplantasi
Setelah hasil tes covid-19 keluar, saya pun diperbolehkan untuk menjalani kemoterapi. Berhubung saya tak memasang chemo port, maka biasanya jarum kemoterapi akan ditusuk ke area tangan guna mencari pembuluh darah. Namun, kali ini, berbeda dengan sebelumnya, saya dipasangi selang di area sekitar leher yang mengarah langsung ke pembuluh darah di dekat jantung.
Sebelumnya, saya juga sudah pernah dipasangi selang di bagian leher (saat proses pengambilan stem cell). Kali ini saya kembali dibawa ke ruang operasi untuk dipasangi selang. Saya tahu, rasanya tak sakit karena dibius lokal. Paling-paling hanya sakit sedikit saat ditusuk jarum. Akan tetapi, hari itu, entah mengapa biusnya tak bekerja sempurna. Karena sakit terasa, saya pun meminta dosis biusnya ditambah lagi.
Sebenarnya, jika diminta untuk menahan rasa sakitnya, saya mampu. Namun, dipikir-pikir lagi, untuk apa kesakitan kalau bisa minta versi enaknya?
Jadilah proses pemasangan selesai. Tak lama, paling hanya belasan menit. Setelah itu, seperti biasa, saya melakukan x-ray guna mengetahui apakah selang telah terpasang sempurna. Usai melakukan pengecekan, saya pun dibawa ke kamar rawat inap.
Kemoterapi Ke-18, Kemoterapi Terakhir!
Kisah kemoterapi pun dimulai. Kemoterapi saya berlangsung selama 6 hari berturut-turut. Beragam obat kemoterapi silih berganti dimasukkan ke dalam tubuh. Sebut saja mulai dari etoposide, ifosfamide, carmustine, cytarabine, hingga melphalane direcoki ke dalam tubuh guna membasmi sel kanker yang mungkin tersisa. Saya pun masih diberi berbagai jenis obat oral lain, seperti obat antijamur, antivirus, obat untuk batu empedu, obat pelindung hati, obat pereda nyeri lambung, bahkan obat untuk asam urat.
Selama kemoterapi 6 hari, anehnya nafsu makan saya melonjak. Jika pasien kemoterapi tak punya selera makan, yang terjadi pada saya justru sebaliknya. Dokter yang menangani saya sampai heran. Saat jam kunjung dokter telah tiba, saya sibuk makan, makan, dan makan. Alhasil, bobot saya naik sekitar 2 kg.
Proses Terakhir, Transplantasi
Rangkaian kemoterapi selesai pada tanggal 31 Maret 2020. Saya diberi rehat selama 24 jam. Sore tanggal 2 April 2020, stem cell pun dimasukkan kembali ke tubuh. Langkahnya persis seperti transfusi darah, tak ada yang terlihat istimewa. Sebelumnya, saya diberi obat terlebih dahulu. Katanya, obat tersebut menimbulkan efek samping mengantuk. Saya pun akhirnya terlelap. Perpaduan antara mengantuk dan bosan.
Setelah transplantasi, saya pun dirawat inap selama 2 minggu. Tak banyak yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. Beberapa jam sekali, saya selalu disodorkan obat yang beragam macamnya. Ada di hari-hari tertentu, saya harus transfusi darah merah dan trombosit karena sedang rendah. Sementara itu, leukosit saya bahkan turun di titik 0. Artinya, saya tak punya pertahanan tubuh sama sekali. Itulah mengapa saya diberi berbagai obat, yakni guna meminimalisir efek samping yang mungkin timbul.
Untunglah selama 2 minggu tersebut, saya tak sakit berkepanjangan. Suhu tubuh saya selalu masuk dalam batas normal. Meskipun begitu, saya tetap dirawat di rumah sakit hingga kondisi darah membaik. Sebelum pulang pun saya diberi obat hirup yang memperkuat paru-paru. Saat proses tersebut berlangsung, suster tak boleh masuk ke dalam kamar. Saya hanya sendirian, menghirup obat hingga batuk-batuk. Syukurnya tak ada hal aneh yang terjadi.
Hari Kebebasan
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Pada 13 April 2020, saya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Hore! Itu artinya, seluruh rangkaian pengobatan sudah selesai. Saya hanya perlu melakukan kontrol ke dokter beberapa hari lagi. Selanjutnya, paling yang dilakukan hanya kontrol rutin dan PET scan dalam kurun waktu tertentu.
Jika ditanya, apakah saya sudah sembuh? Maka saya bisa berkata, hingga saat ini saya sudah sembuh. Tidak ada lagi sel kanker dalam tubuh saya. Meskipun begitu, saya tahu bahwa terlalu dini untuk menyombongkan diri. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Ahli bahkan menyebutkan bahwa seorang pejuang kanker baru bisa disebut ‘sembuh’ setelah 5 tahun berturut-turut bebas dari kanker.
Saat ini, yang bisa saya lakukan hanyalah menjaga diri. Sejujurnya, ahli, dokter, dan peneliti pun masih belum tahu pasti apa penyebab kanker. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan hanyalah tetap menjaga hidup sehat. Jaga pola dan asupan makanan, perbanyak olahraga, kelola stress yang menyerang pikiran. Intinya, siapa pun kalian, tetap jalani gaya hidup sehat!
0 Comments
Trackbacks/Pingbacks