Sudah Berapa Banyak Kasus Corona?
Virus Corona per tanggal 29 Maret 2020 (GMT 02:04) sudah mencapai 663.740 kasus, dengan kematian hingga 30.879 orang. Di Malaysia, warga yang terjangkit telah mencapai 2.320 (sebanyak 27 orang meninggal) dan di Indonesia ada 1.155 kasus (dengan total 102 pasien meninggal). Info data ini saya dapat dari Worldometers.
Mewabahnya Novel Coronavirus atau kerap pula disingkat dengan COVID-19 ini membuat geger seluruh belahan dunia. Kasus yang bermula dari Wuhan, Tiongkok ini terus berkembang ke negara lain. Bahkan, berdasarkan data terbaru, jumlah kasus di Amerika Serikat (sekitar 123 ribu kasus) dan Italia (sekitar 92 ribu kasus) sudah melebihi kasus COVID-19 di Tiongkok (‘hanya’ 81 ribu kasus).
Virus COVID-19 ini mau tak mau turut memengaruhi hidup saya. Saat ini, saya sedang menjalani serangkaian pengobatan kanker di Kuala Lumpur, Malaysia. Berbagai pengalaman seperti galau berangkat kemoterapi kedua hingga berangkat H-1 sebelum lockdown Malaysia sudah pernah saya alami.
Berangkat ke Rumah Sakit
Untunglah, saya tiba di Malaysia tanpa kekurangan apa pun. Pada tanggal 24 Maret 2020, saya melakukan PET scan agar tahu kondisi sel dalam tubuh saya. Ternyata, hasilnya bersih! Saya pun bisa melanjutkan rancangan selanjutnya, yakni kemoterapi disertai dengan proses transplantasi (memasukkan kembali sel). Bagi sobat yang tertarik, bisa baca juga pengalaman pengambilan sel part yang pertama di sini.
Sebelum pengobatan dimulai, saya tiba-tiba diminta untuk tes COVID-19. Hal ini dikarenakan saya belum berada di Malaysia selama 2 minggu. Diketahui memang gejala COVID-19 akan muncul dalam sekitar waktu 2 minggu setelah pasien terjangkit. Kami pun tentu tak mau mengambil risiko. Kemoterapi membuat imunitas menjadi lemah. Amit-amit saat itu saya terjangkit virus corona, lalu menjalani kemoterapi, bagaimana tubuh saya bisa melawan virus tersebut?
Jenis Tes COVID-19
Rapid Test
Saat ini beredar metode pengecekan yang cepat, yakni rapid test. Waktu yang dibutuhkan hingga hasil tes keluar hanya sekitar 10-15 menit. Caranya cukup praktis, akan tetapi rapid test hanya dapat digunakan sebagai penyaringan awal pasien.
Rapid test menggunakan sampel darah pasien. Antibodi dalam tubuh akan dicek. Jika pada tubuh ada infeksi virus, maka antibodi tersebut akan bertambah. Namun, perlu diingat, bertambahnya antibodi bukan serta-merta dikarenakan ada infeksi COVID-19. Bisa jadi ada virus lain yang sedang menjangkiti pasien tersebut.
Pasien yang mendapatkan hasil negatif pada rapid test pun tidak serta-merta boleh bebas begitu saja. Antibodi yang diperiksa melalui rapid test tidak akan langsung terbentuk saat kita terinfeksi. Butuh waktu sekitar seminggu sebelum antibodi tersebut muncul. Artinya, saat kita mengecek menggunakan rapid test hari ini, maka yang terhitung hanyalah perjalanan seminggu ke belakang. Jadi, jika terpapar virus corona sesaat sebelum rapid test, kemungkinan besar hasilnya akan negatif.
Oleh karena rapid test masih kurang akurat, maka pasien dengan hasil positif pada rapid test wajib melakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan tersebut adalah swab test.
Swab Test
Tes swab merupakan teknik pengambilan sampel dari tenggorokan atau hidung. Saat masuk ke tubuh, virus corona akan menempel di hidung atau tenggorokan bagian dalam. Makanya, sampel di bagian tubuh tersebut yang diambil. Sampel lendir yang diambil akan diperiksa dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Pemeriksaan ini dilakukan di laboratorium. Butuh waktu beberapa jam hingga berhari-hari sebelum hasil tes keluar. Itu semua pun kembali tergantung pada situasi dan kondisi, sebab kadang kala kapasitas laboratorium sudah penuh sehingga sampel harus antre sebelum akhirnya bisa diperiksa.
Pengalaman Swab Test Covid-19
Usai melakukan PET scan, saya langsung dibawa ke ruang rawat inap khusus. Penjagaan ruangan tersebut lebih ketat daripada ruangan lainnya. Tak boleh ada sembarang orang yang keluar masuk. Keluarga pasien pun tak diperbolehkan untuk stay di ruangan tersebut. Semua petugas menggunakan APD (alat pelindung diri) yang lengkap. Saya benar-benar sudah merasa seperti pasien positif corona.
Sebelum melakukan swab test, kondisi kesehatan tubuh saya diperiksa. Mulai dari suhu tubuh, tekanan darah, denyut jantung, hingga level oksigen, semuanya dalam kondisi normal. Setelah itu, barulah petugas mulai beraksi dengan mengeluarkan alat swab test. Alat yang digunakan pada swab test bentuknya seperti cotton bud. Bedanya, ukurannya lebih panjang. Ya tentu lebih panjang, sebab kalau kependekan nantinya malah tak ada sampel yang terambil.
Petugas kesehatan meminta saya untuk agak mendongakkan kepala ke arah atas. Setelah itu, alat tersebut pun dimasukkan. Sampel diambil dari hidung dan tenggorokan, sehingga untuk satu kali tes terdapat dua “cotton bud” yang digunakan (memangnya siapa juga yang mau alat bekas hidung, dimasukkan lagi ke mulut?).
Pertama-tama, alat ini dimasukkan ke dalam mulut. Saya disuruh untuk menganga (memangnya kalau mulut rapat, masuknya lewat mana?). Setelah itu, alat tersebut beraksi di bagian tenggorokan. Ujung alat ini menyerap lendir di bagian tenggorokan, baru dimasukkan ke tabung khusus. Rasanya, saya mendadak mau tersedak. Sungguh tidak nyaman.
Penderitaan tak cukup sampai di situ. Alat sejenis cotton bud ini dimasukkan lagi, kali ini ke hidung bagian belakang. Entah seberapa dalam alat tersebut masuk, namun rasanya sangat tidak nyaman. Bahkan, mendadak tanpa diperintah, sudut mata saya mengeluarkan air mata. Jadi, seperti ini, rasanya kerbau dicucuk hidungnya.
Padahal, saya baca di internet, pengujian menggunakan swab lewat hidung atau tenggorokan. ‘Atau’, artinya pilihan, bukan? Nyatanya saya justru dites dua-duanya. Saya ambil sisi positifnya saja. Seperti ini lebih baik, sebab lebih akurat.
Beberapa detik swab tersebut terasa seperti bermenit-menit. Akhirnya, sampel berhasil didapatkan. Saya bisa kembali bernapas lega. Menurut saya pribadi, tes swab tidak menyakitkan (tentunya jika mengingat apa yang telah saya lalui selama ini. Namun, jika bisa memilih ingin swab di hidung atau tenggorokan saya, saya pun tak tahu mau memilih yang mana. Entahlah, rasanya sama-sama tidak nyaman.
Hasil Tes Akhirnya Muncul
Pihak rumah sakit menjanjikan hasil tes akan muncul dalam kurun waktu 24-48 jam. Artinya, saya harus menunggu sehari-dua hari di rumah sakit. Saya melakukan pengujian di sore hari pada tanggal 24 Maret 2020. Lalu, esok paginya, hasil tes sudah muncul. Saya negatif COVID-19! Hore!
Ya, sebelumnya saya sudah yakin saya tak terkena corona. Saya tak menunjukkan gejala apa pun (seperti batuk, sesak napas, ataupun demam). Akan tetapi, tak dapat dimungkiri bahwa ada penderita COVID-19 tanpa gejala. Oleh sebab itu, jangan sombong dan malah keluyuran ke mana-mana hanya karena merasa sehat.
Kenapa Hasil Tes Lama Sekali Muncul?
Berdasarkan informasi yang saya baca, banyak pasien di Indonesia yang mengaku harus menunggu lama untuk mendapatkan hasil tes. Saya sendiri pun heran, mengapa saat berada di rumah sakit ini, hasil tes yang didapat cukup cepat (tak sampai 24 jam). Akan tetapi, itu kembali lagi kepada lokasi, waktu, serta kesiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk tes.
Di Indonesia, ada penduduk sebanyak 270 juta lebih. Sementara itu, berapa alat rapid dan swab test yang dimiliki? Tentunya jumlah alat yang ada belum sebanding dengan jumlah masyarakat yang ada. Terlebih lagi, kondisi fasilitas kesehatan di Indonesia masih belum merata. Ada penumpukan pasien dugaan COVID-19 di rumah sakit tertentu.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, marilah kita sama-sama menjaga diri. Hindari aktivitas di tempat umum. Hindari juga kontak fisik seperti bersalaman, menyentuh orang lain, apalagi menyentuh wajah sendiri (yang bisa mempercepat penyebaran virus). Usai pulang ke rumah, langsung bersihkan tubuh dan pakaian. Jangan lupa, konsumsi makanan bergizi seimbang agar imunitas tetap terjaga!
0 Comments
Trackbacks/Pingbacks